Sistem Pemilu Terbuka Terbatas Dinilai Bertolak Belakang dengan Reformasi

Sabtu, 18 Maret 2017 | 18:19 WIB
Fabian Januarius Kuwado Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti.

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari LIMA, Ray Rangkuti menilai, sistem pemilu terbuka terbatas tidak ada bedanya dengan sistem pemilu tertutup. Sistem tersebut pun bertolak belakang dengan semangat reformasi.

"Ketika perjuangan reformasi, masyarakat memang inginnya pemilu dilaksanakan secara terbuka. Tapi kenapa sekarang dilaksanakan tertutup?" ujar Ray dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/3/2017).

Diketahui, pemerintah dan DPR RI sepakat mengusung sistem pemilu tersebut dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu. Ray juga heran setelah mengetahui sistem pemilu terbuka terbatas itu diusulkan oleh partai politik yang muncul pascareformasi.

Padahal, banyak aktivis reformasi yang menduduki jabatan struktural partai politik pengusung sistem pemilu itu.

"Kenapa mereka sekarang berubah? Padahal publik konsisten ingin terbuka," ujar Ray.

Ray khawatir, sistem pemilu terbuka terbatas akan menimbulkan politik uang.

"Permainan uang meningkat. Istilahnya itu ada setoran ke pusat agar (calon legislatif) mendapatkan nomor cantik (nomor urut) pemilu," ujar Ray.

(Baca: Sistem Pemilu untuk Siapa)

Diberitakan, Perludem baru-baru ini menggelar survei untuk menjaring respons publik terhadap desain RUU Pemilu. Hasilnya cukup nyata. Publik rupanya tidak susah-susah soal mekanisme pemilu. Publik lebih ingin sistem pemilu dibuat terbuka.

"Dari 100 persen responden, hanya 14 persen yang menyatakan dia lebih suka memilih partai. Sisanya, berarti 86 persen lebih suka atau lebih ingin memilih calon," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.

Survei juga menunjukan, sebanyak 70 persen dari 400 responden di 27 provinsi itu mengaku tidak pernah kesulitan dalam memilih calon.

"Nah, selama ini kan dasar (DPR RI) ingin mengubah sistem karena pemilih dianggap enggak ngerti, kesulitan memilih calon. Makanya dikasih gambar (partai politik) saja supaya gampang. Nyatanya tidak tuh," ujar Titi.

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden