Perseteruan Hukum PKS dengan Fahri Hamzah yang Semakin Meruncing...

Selasa, 23 Juli 2019 | 06:29 WIB
KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Kuasa hukum Fahri Hamzah, Mujahid Latief, setelah mengajukan surat permohonan sita paksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (22/7/2019).

JAKARTA, KOMPAS.com — Perseteruan hukum antara elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan salah seorang mantan kadernya, Fahri Hamzah, belum juga berakhir. Bahkan, perseteruan kini semakin meruncing.

Pada Senin (22/7/2019), Fahri yang diwakili kuasa hukumnya mengajukan permohonan sita paksa terhadap sejumlah aset milik sejumlah elite PKS kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Kuasa hukum Fahri, Mujahid Latief, mengatakan, pihaknya mengajukan sita paksa karena elite PKS tidak kunjung membayar ganti rugi senilai Rp 30 miliar kepada Fahri sesuai putusan pengadilan sebelumnya.

"Pihak pengadilan melakukan pemanggilan terhadap mereka untuk diingatkan melaksanakan isi putusan, dua kali juga tidak dilaksanakan. Maka, ini adalah tahap lanjutan dari proses panjang yang sudah kami lakukan," kata Mujahid kepada wartawan di PN Jakarta Selatan, Senin.

Baca juga: Pengacara Fahri Hamzah: PKS Membangkang terhadap Putusan Pengadilan

Mujahid menyebutkan, ada delapan aset milik elite PKS yang dibidik. Aset-aset tersebut terdiri dari tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor.

Adapun aset-aset yang menjadi obyek sitaan itu akan disita setelah pihak PN Jakarta Selatan melakukan verifikasi. Setelah diverifikasi dan disita, aset-aset sitaan akan dilelang hingga menemui angka Rp 30 miliar sebagaimana yang menjadi putusan pengadilan.

Hingga Selasa (23/7/2019), Kompas.com belum berhasil menghubungi sejumlah elite PKS yang terlibat perseteruan hukum dengan Fahri Hamzah.

Kronologi

Perseteruan antara Fahri dan PKS itu bermula pada 2016. Kala itu, Fahri dipecat dari seluruh jenjang jabatan di kepartaian.

Fahri yang tidak terima dengan dengan keputusan itu lalu melayangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam gugatannya, Fahri menuntut PKS membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 1,6 juta dan imateriil senilai lebih dari Rp 500 miliar.

Elite yang digugat adalah Presiden PKS Shohibul Iman, Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat, Wakil Ketua Dewan Syuro Hidayat Nur Wahid, Abdul Muis, dan Abi Sumaid. Fahri juga menuntut PKS untuk memulihkan nama baiknya.

Baca juga: PKS Tak Kunjung Bayar Ganti Rugi, Fahri Hamzah Ajukan Sita Paksa

Fahri memenangi gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setelah itu, PKS mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Namun, banding kembali dimenangi Fahri.

Setelah itu, PKS mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Kasasi tersebut diajukan PKS pada 28 Juni 2018 oleh Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi PKS Abdul Muis Saadih.

Kemudian pada 30 Juli 2018, majelis hakim MA yang dipimpin Maria Anna Samiyati memutus, menolak permohonan kasasi tersebut.

Dalam putusannya, majelis hakim sekaligus memerintahkan PKS agar membatalkan pemecatan Fahri dan membayar ganti rugi kepada Fahri senilai Rp 30 miliar.

Mujahid menjelaskan, pihaknya sudah beberapa kali menghubungi pihak PKS untuk segera membayar ganti rugi tersebut, tetapi tidak pernah diindahkan.

Pihak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pun sudah dua kali memanggil PKS untuk segera melunasi kewajibannya. Namun, pihak PKS tidak pernah hadir.

"Kalau boleh menggunakan istilah yang dulu sering mereka (elite PKS) sampaikan dalam persidangan (tentang Fahri), yaitu pembangkangan, ini juga saya ingin menyebutnya satu pembangkangan terhadap putusan pengadilan," kata Mujahid.

Baca juga: PKS: Kalau Garbi Mau Bikin Partai, Welcome to the Jungle

Hal inilah yang merupakan salah satu alasan kliennya mengajukan permohonan sita paksa aset milik sejumlah pengurus PKS kepada PN Jakarta Selatan.

"Harapan kami sih ini harus cepat karena kalau boleh berandai-andai ke belakang kan kalau ini dilaksanakan secara sukarela, ini sudah selesai dari dulu," ujar Mujahid.

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden