KPU Diminta Buat PKPU untuk Selesaikan Kekurangan Surat Suara

Senin, 25 Februari 2019 | 21:53 WIB
ANTARA/ADENG BUSTOMI Sejumlah petugas melipat surat suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Gudang Logistik KPU Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (11/2/2019). Sebanyak 2.470.385 lembar surat suara yang terbagi menjadi surat suara untuk Pilpres, DPR RI, DPR Provinsi, DPRD dan DPD, nantinya akan didistribusikan ke 2.063 TPS dan ditargetkan selesai dalam dua minggu dengan jumlah petugas pelipatan 1.000 orang dari PPK, PPS serta KPPS. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi/hp.

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menyelesaikan persoalan kekurangan surat suara untuk pemilih yang berpindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau pemilih yang tercatat di Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).

Menurut Veri, persoalan itu bisa diselesaikan dengan cara pembuatan Peraturan KPU (PKPU) baru hasil dari terjemahan Undang-Undang Pemilu yang memuat pasal soal surat suara pemilih dan jaminan hak pilih.

PKPU itu nantinya akan mengatur soal kemungkinan KPU memindahkan surat suara untuk pemilih yang pindah TPS, dari TPS asal ke TPS tujuan.

"Opsi saya yang pertama lebih ke penyusuan PKPU saja. Jadi itu ditetapkan dalam PKPU, kan ia menafsirkan pasal yang berkaitan dengan itu," kata Veri usai sebuah diskusi di kawasan Guntur, Jakarta Selatan, Senin (25/2/2019).

Baca juga: KPU Didorong Ajukan Uji Materi Aturan Pencetakan Surat Suara

"Contohnya Teluk Bintuni, ada ribuan pemilih pindahan. Pertanyaannya, surat suaranya diambil dari mana? Kan KPU punya data sebenarnya, desa itu tercatat di mananya, nah itu tinggal dipindahkan dari kabupaten/kota masing-masing ke Teluk Bintuni, secara teknis bisa dikirimkan," sambungnya.

Menurut Veri, opsi pemindahan surat suara paling mungkin dilakukan.

Sebab, setelah dicetak, surat suara didistribusikan ke kabupaten/kota. Dari situ, surat suara baru dikirim ke TPS. Pemindahan surat suara akan mudah dan cepat dieksekusi.

Veri menambahkan, tidak perlu ada uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan pencetakan surat suara. Sebab hal itu justru akan memakan waktu yang lama.

"Kalau soal waktu justru itu yang paling memungkinkan. Surat suara sudah ada, terus kemudian kan tinggal itu dikirimkan ke wilayah masing-masing di mana ia pindah memilihnya," ujar Veri.

Meski begitu, Veri mengakui, opsi ini berisiko dari sisi kerahasiaan dan keutuhan. Surat suara yang dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain bisa saja tak terjamin kerahasiaan dan keutuhannya.

Diberitakan sebelumnya, sebagian pemilih yang berpindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) terancam tak bisa gunakan hak pilihnya.

Baca juga: KPU Pertimbangkan Uji Materi UU Pemilu Terkait Surat Suara

Hal ini karena terjadi kendala dalam penyediaan surat suara tambahan yang khusus diperuntukan bagi pemilih yang berpindah TPS atau pemilih 'pindah memilih'.

KPU mencatat, jumlah pemilih yang pindah TPS mencapai 275.923 pemilih. Mereka dicatat ke Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).

Jumlah tersebut, di beberapa TPS, ternyata melebihi jumlah ketersediaan surat suara cadangan yang hanya dialokasikan sebesar 2 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) per TPS.

Angka 275.923 pemilih masih mungkin bertambah karena KPU terus melakukan penyisiran potensi pemilih yang berpindah TPS hingga 17 Maret 2019.

Kompas TV Ada sejumlah hoaks yang terjadi jelang Pilpres di Indonesia, ternyata juga dialami saat Pilpres Amerika Serikat tahun 2016. Contoh soal hoaks surat suara tercoblos di pilpres ASsempat ada informasi soal sepuluh ribuan surat suara tercoblos untuk Hillary Clinton yang ada di gudang Ohio. Di pilpres ASjuga sempat muncul tudingan Hillary Clinton menggunakan ear piece saat debat sebagai alat bantu komunikasi. Hal yang sama juga terjadi di pasca debat Pilpres Indonesia.KPUkembali memastikan tak ada yang menggunakan ear piece saat debat kedua capres hari Minggu lalu. Soal kemiripan semburan hoaks ini kita akan membahasnya dengan analis komunikasi politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto.



Editor : Krisiandi

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden