KPU Didorong Ajukan Uji Materi Aturan Pencetakan Surat Suara

Senin, 25 Februari 2019 | 18:18 WIB
Kompas.com/Fitria Chusna Farisa Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mendesak adanya uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal dalam Undang-Undang Pemilu yang mengatur tentang pencetakan surat suara.

Ia mendorong supaya Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi pihak yang mengajukan uji materi.

Menurut Titi, dibanding warga sipil, KPU adalah pihak yang paling tepat untuk mengajukan uji materi. Sebab, penyelenggara pemilu itu punya landasan hukum yang kuat.

"Saya kira ketimbang mengandalkan masyarakat, justru negara harus menunjukkan kehadirannya dan KPU sebagai alat negara yang dibentuk konstitusi adalah institusi yang paling kuat dan punya kekuatan hukum untuk membuktikan kehadiran negara dalam melindungi hak pilih warganegara," kata Titi usai sebuah diskusi di kawasan Guntur, Jakarta Selatan, Senin (25/2/2019).

Baca juga: Ribuan Surat Suara Rusak di KPU Luwu Utara

Titi mengatakan, bisa saja warga sipil mengajukan uji materi karena mereka punya legal standing. Namun, kedudukan warga sipil tak lebih kuat secara hukum dibanding KPU.

Apalagi, sebagai penyelenggara pemilu, KPU saat ini tengah mengalami kompleksitas penyelenggaraan terkait dengan pengaturan pencetakan surat suara.

Pasal 344 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan, jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ditambah dengan 2 persen dari DPT per TPS.

Sebanyak 2 persen surat suara itu merupakan surat suara cadangan yang sebetulnya digunakan untuk mengganti surat suara yang kemungkinan rusak.

Pasal tersebut dinilai mengabaikan pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Sebab, tak ada aturan yang menyebutkan tentang ketentuan surat suara untuk pemilih tambahan.

Menurut Titi, aturan itu bisa dibilang menyulitkan KPU untuk menyelenggarakan pemilu secara berintegritas dan profesional.

"Sangat tanpa beban jika KPU mengajukan uji materi, karena KPU didukung oleh landasan konstitusional yang kuat yang punya kedudukan hukum sebagai institusi yang dirugikan oleh pengaturan perundang-undangan," ujar Titi.

"Mengakibatkan KPU terancam tidak bisa melaksanakan tugas-tugasnya dengan berkepastian hukum, dengan akuntabel dan profesional," sambungnya.

Diberitakan sebelumnya, sebagian pemilih yang berpindah TPS terancam tak bisa menggunakan hak pilihnya.

Baca juga: Polemik Surat Suara untuk Pemilih Pindah TPS, Mendagri Sarankan Lewat PKPU

Hal ini karena terjadi kendala dalam penyediaan surat suara tambahan yang khusus diperuntukan bagi pemilih yang berpindah TPS atau pemilih 'pindah memilih'.

KPU mencatat, jumlah pemilih yang pindah TPS mencapai 275.923 pemilih. Mereka dicatat ke Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).

Jumlah tersebut, di beberapa TPS, ternyata melebihi jumlah ketersediaan surat suara cadangan yang hanya dialokasikan sebesar 2 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) per TPS.

Angka 275.923 pemilih masih mungkin bertambah karena KPU terus melakukan penyisiran potensi pemilih yang berpindah TPS hingga 17 Maret 2019.

Kompas TV Ada sejumlah hoaks yang terjadi jelang Pilpres di Indonesia, ternyata juga dialami saat Pilpres Amerika Serikat tahun 2016. Contoh soal hoaks surat suara tercoblos di pilpres ASsempat ada informasi soal sepuluh ribuan surat suara tercoblos untuk Hillary Clinton yang ada di gudang Ohio. Di pilpres ASjuga sempat muncul tudingan Hillary Clinton menggunakan ear piece saat debat sebagai alat bantu komunikasi. Hal yang sama juga terjadi di pasca debat Pilpres Indonesia.KPUkembali memastikan tak ada yang menggunakan ear piece saat debat kedua capres hari Minggu lalu. Soal kemiripan semburan hoaks ini kita akan membahasnya dengan analis komunikasi politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto.



Editor : Krisiandi

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden