JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai, PAN masih bimbang dalam menentukan arah dukungannya dalam Pilpres 2019.
Ray berkaca pada ketidakjelasan PAN hingga saat ini serta kunjungan Ketua Umum Zulkifli Hasan ke Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
"Banyak dugaan, pertemuan ini berhubungan dengan kemungkinan PAN mendukung dan masuk ke dalam koalisi pencapresan Jokowi," kata Ray dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/8/2018).
Ia menilai, sinyal skenario itu tidak sulit untuk diamati, apalagi setelah koalisi Gerindra dan Demokrat terlihat lebih akrab.
Baca juga: Zulkifli Hasan Temui Jokowi, PAN Bantah Merapat ke Koalisi 9 Parpol
Ray bahkan melihat PAN seperti partai penggembira di antara Gerindra dan Demokrat.
"Lama bersama, tapi akhirnya seperti ditinggal begitu saja. Sesuatu yang dapat dipahami perasaan gundah yang dialami pihak PAN," kata Ray.
Namun, ia menilai, jika PAN memutuskan bergabung ke koalisi Jokowi, maka langkah itu dinilainya tidak pas.
Pasalnya, manuver itu akan memunculkan ketidakseimbangan kekuatan kubu oposisi.
Padahal, kata dia, kompetisi politik yang sehat harus menyeimbangkan kekuatan antara kubu pendukung pemerintah dan oposisi.
"Adalah juga penting untuk tetap menjaga posisi oposisi yang kuat. Hal ini merupakan bagian dari memperkuat sistem dan kultur demokrasi kita. Peran penguasa harus diimbangi oleh oposisi yang kuat" kata Ray.
Baca juga: Gerindra Yakin PAN Tetap dalam Koalisi Prabowo
Oleh karena itu, Ray menyarankan, PAN lebih baik berada pada barisan oposisi mengingat kubu Jokowi sudah kuat.
Hal itu guna mewujudkan kompetisi Pilpres 2019 yang lebih kompetitif.
"Menguatkan koalisi Jokowi yang memang sudah kuat akan berdampak pada ketidakseimbangan komposisi. Jika PAN, misalnya, akhirnya merapat ke koalisi Jokowi, kesemarakan pilpres tampaknya akan berkurang," kata Ray.
Meskipun memiliki kader yang berada di kabinet Jokowi, Ray menilai, rekam jejak PAN selama ini cenderung berlawanan dengan sikap kubu pemerintah.
Hal itu semakin terlihat dengan manuver tokoh senior PAN, Amien Rais, yang selama ini selalu mengkritik pemerintahan Jokowi.
"Bahkan kampanye ganti presiden, mempertebal pandangan ini. Saya rasa, secara langsung sikap politik ini mewabah ke tingkat basis. Dan jika pada akhirnya PAN merapat ke koalisi Jokowi, itu membutuhkan penjelasan etis, moral dan tentu saja politis," kata dia.
Baca juga: SBY Ingin PAN-Demokrat Berkoalisi, Zulkifli Tak Kasih Kepastian
Sebelumnya Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan, partainya masih terus berproses dalam memutuskan arah koalisi terkait Pilpres 2019.
“Pokoknya dalam situasi terkait apapun pertama kita masih berproses (arah koalisi Pilpres 2019) hasil belum bisa kita sampaikan ke publik ,”ujar Eddy saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/8/2018).
Menurut Eddy, nantinya keputusan partai akan ditetapkan pada Rapat Kerja Nasional PAN.
Namun di sisi lain, Ketua DPP PAN Yandri Susanto membantah partainya merapat ke koalisi Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019.
Hal itu disampaikan Yandri menanggapi pertemuan ketua umumnya, Zulkifli Hasan dengan Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (7/8/2018) sore.
"Enggak ada (merapat ke Jokowi). Kami Insya Allah (mengusung) Prabowo (Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto)," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Sebagai informasi dalam Pilpres 2014 lalu, PAN bersama Gerindra, Golkar, dan PKS membentuk Koalisi Merah Putih (KMP) mengusung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Namun, pasangan tersebut kalah dari Jokowi-Jusuf Kalla yang meraih perolehan suara 70.997.883 atau 53,14 persen dari total suara sah nasional.
PAN dan Golkar pada akhirnya memutuskan mendukung pemerintahan Jokowi-JK sampai tahun 2019 dan bergabung bersama koalisi partai pendukung pemerintah lainnya, yakni Hanura, PDIP, PPP, Nasdem, dan PKB.