JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemungutan suara ulang Pilkada 2020 untuk 16 perkara menjadi bahan evaluasi bersama.
Menurut Ilham, banyaknya daerah yang melakukan pemungutan suara ulang di Pilkada 2020 tidak hanya menjadi kesalahan KPU secara sepihak.
"Ya tentu saja ini bisa menjadi bahan evaluasi kita semua," kata Ilham kepada wartawan, Rabu (4/3/2021).
Baca juga: MK Kabulkan 16 Permohonan PSU, Kode Inisiatif Sebut Terbanyak Sejak Era Pilkada Serentak
Ilham mengatakan, ada hal-hal lainnya yang membuat MK memutuskan untuk memerintahkan pemungutan suara ulang.
Salah satunya terkait perkara di Kabupaten Boven Digoel, kala itu KPU sudah membatalkan keiikutsertaan Calon Bupati Yusak Yaluwo.
Namun, Bawaslu meloloskan Yusak sebagai peserta pemilihan Bupati di Boven Digoel. Adapun, Yusak merupakan mantan narapidana kasus korupsi.
Yusak beserta calon wakilnya yakni Yakob Weremba didiskualifikasi oleh MK karena Yusak dinilai belum selesai menjalani masa jeda lima tahun setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.
"Tapi perlu diingat juga bahwa ada beberapa perusahaan yang tidak memberikan kesempatan karyawannya untuk memilih," ujarnya.
"Dan ini menjadi pertimbangan MK untuk pemungutan suara ulang," ucap dia.
Baca juga: Tanggapi Putusan MK soal Pemungutan Suara Ulang, Ini Langkah KPU
Sebelumnya, Peneliti Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana mengatakan, MK mengabulkan 16 permohonan pemungutan suara ulang pada sengketa Pilkada 2020.
Jumlah permohonan pemungutan suara ulang yang dikabulkan MK pada Pilkada 2020 adalah yang terbanyak sejak 2015 atau sejak era pilkada serentak.
"Ini bisa dikatakan putusan MK yang memerintahkan pemungutan suara ulang bisa capai empat kali lipat dari perintah pemungutan suara ulang di 2015," kata Ihsan dalam diskusi daring, Selasa (23/3/2021).
Baca juga: Kode Inisiatif: MK Kabulkan 4 Perkara yang Tidak Penuhi Ambang Batas Perolehan Suara