Komnas HAM: Pemerintah Susah Dianggap Netral jika Ada Tim Asistensi Hukum

Jumat, 10 Mei 2019 | 16:25 WIB
KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Konferensi pers Komnas HAM di Gedung Komnas HAM Jakarta, Jumat (10/5/2019).

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hairansyah mengatakan, sulit menganggap pemerintah netral dalam penegakan hukum jika ada Tim Asistensi Hukum bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.

"Pemerintah pasti punya kepentingan. Susah dianggap netral," ujar Hairansyah dalam konferensi pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat (10/5/2019).

Menurut Hairansyah, sistem hukum nasional Indonesia sudah memiliki mekanisme dan lembaga penegak hukum untuk menangani dugaan pelangaran yang didasarkan atas bukti yang cukup.

Baca juga: Catatan Komnas HAM soal Tim Asistensi Hukum Bentukan Wiranto

Komnas HAM berpandangan, tugas Tim Asistensi Hukum tersebut mengambil alih tugas penyelidikan dan penyidikan yang seharusnya dilakukan kepolisian dan kejaksaan.

Hairansyah mengatakan, hasil kajian dan rekomendasi Tim Asistensi seolah-olah sudah meligitimasi suatu dugaan perbuatan pidana.

Dengan demikian, hasil rekomendasi tim sudah pasti dianggap benar oleh polisi dan jaksa.

"Kajian itu justru sudah melegitimasi perbuatan. Itu melampui tugas aparat penegak hukum. Akhirnya campur aduk antara eksekutif dan yudikatif," kata Hairansyah.

Menurut Komnas HAM, jika Tim Asistensi Hukum dibentuk atas dinamika politik pasca-pemilu, maka dapat diartikan pemerintah sedang mendayagunakan pendekatan politik kekuasaan untuk mengintervensi indepensi hukum.

Baca juga: Komnas HAM: Pemerintah Intervensi Hukum Lewat Tim Asistensi Menko Polhukam

Apalagi, Kepolisian dan Kejaksaan berada di bawah garis komando Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.

Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto menyatakan pemerintah membentuk tim hukum yang khusus mengkaji berbagai aksi meresahkan pasca-pemilu.

Wiranto mengatakan, pascapemilu banyak bermunculan tindakan yang telah melanggar hukum.

Pemerintah membentuk tim hukum nasional untuk mengkaji langkah apa yang akan diambil terkait tindakan yang dinilai melanggar hukum itu.

Tim tersebut terdiri dari para pakar hukum, praktisi hukum, dan para akademisi yang kompeten.

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden