Dulu Bolehkan "Quick Count" Sejak Pagi, Ini Alasan MK Berubah Sikap untuk Pemilu 2019

Selasa, 16 April 2019 | 15:46 WIB
KOMPAS.com/Ihsanuddin Sidang putusan uji materi terkait aturan publikasi hasil survei dan hitung cepat (quick count) pada Pemilu 2019, Selasa (16/4/2019), di Gedung MK, Jakarta Pusat.

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) berubah sikap soal hitung cepat atau quick count dalam pemilu.

Pada pemilu 2009 dan 2014 lalu, MK membuat putusan yang memperbolehkan hasil hitung cepat bisa langsung dipublikasikan sejak pagi hari.

Namun, pada pemilu 2019 ini, MK menguatkan aturan di Undang-undang Pemilu bahwa quick count baru bisa dipublikasikan dua jam setelah pemungutan suara di zona Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) berakhir.

Baca juga: Menanti Quick Count, Polemik Pasca-Putusan MK...

 

Dalam putusannya yang dibacakan pada sidang Selasa (16/4/2019) siang ini, MK turut menjelaskan alasan dan dasar perubahan sikapnya.

"Menimbang bahwa secara doktriner maupun praktik, dalam pengujian konstitusionalitas undang-undang, perubahan pendirian Mahkamah bukanlah sesuatu yang tanpa dasar. Hal demikian merupakan sesuatu yang lazim terjadi," kata Hakim MK Enny Nurbaningsih saat membacakan putusan.

MK mencontohkan praktik pengadilan di Amerika Serikat bahwa lumrah terjadi perubahan pendirian dalam hal yang berkaitan dengan konstitusi.

Baca juga: KPI Ingatkan Lembaga Penyiaran Patuhi Aturan Quick Count Pemilu 2019

MK mencontohkan kasus pemisahan sekolah warna berdasarkan warna kulit di AS. Pada 1896, MK Amerika Serikat menyatakan hal itu bukan diskriminasi atas dasar prinsip separate but equal (terpisah tetapi sama).

Namun, pendirian itu diubah pada 1954. Supreme Court memutuskan pemisahan sekolah yang didasarkan atas dasar warna kulit adalah bertentangan dengan Konstitusi.

"Oleh karena itu, Indonesia yang termasuk ke dalam negara penganut tradisi civil law, yang tidak terikat secara ketat pada prinsip precedent atau stare decisis, tentu tidak terdapat hambatan secara doktriner maupun praktik untuk mengubah pendiriannya," ucap Enny.

Baca juga: Asosiasi TV Nilai Putusan MK soal Quick Count Mengganjal

 

Hal yang terpenting, sebagaimana dalam putusan-putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat, MK juga menjelaskan mengapa perubahan pendirian tersebut harus dilakukan.

MK menilai, jika hasil quick count langsung dipublikasikan, maka hal tersebut bisa mempengaruhi pemilih yang belum menggunakan hak suaranya.

MK khawatir saat hasil quick count langsung dipublikasikan, ada sejumlah masyarakat yang belum menyalurkan hak pilihnya di wilayah Indonesia barat. Apalagi ditengah kemajuan teknologi informasi yang ada sekarang, hasil quick count bisa tersebar dengan cepat.

Baca juga: PDI-P Akan Pantau Quick Count di Kediaman Megawati di Kebagusan

"Pengumuman hasil penghitungan cepat demikian, yang karena kemajuan teknologi informasi dapat dengan mudah disiarkan dan diakses di seluruh wilayah Indonesia, berpotensi memengaruhi pilihan sebagian pemilih yang bisa jadi mengikuti pemungutan suara dengan motivasi psikologis “sekadar” ingin menjadi bagian dari pemenang," ucap Hakim Enny.

Selain itu, MK juga mempertimbangkan kemungkinan lembaga survei dan media yang mempublikasikan hasil quick count berafiliasi dengan pasangan calon tertentu.

Pertimbangan lainnya, quick count bukanlah bentuk partisipasi masyarakat yang sepenuhnya akurat karena di dalamnya masih mengandung rentang kesalahan (margin of error).

Baca juga: Denny JA Pertanyakan Putusan MK soal Quick Count Pemilu 2019

 

Pemohon dalam perkara ini adalah Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) dan Asosiasi Riset Opini Publik (Aropi). Para pemohon menguji Pasal 449 ayat (2), ayat (5), Pasal 509, dan Pasal 540 ayat (1) dan (2) Undang-undang Pemilu.

Pasal-pasal itu mengatur quick count baru boleh dipublikasikan dua jam setelah pemungutan suara di zona Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) berakhir beserta sanksi apabila ketentuan tersebut dilanggar.

Para pemohon menilai pasal-pasal itu bertentangan dengan pasal 28 E ayat (3) dan pasal 28F UUD 1945 karena menghilangkan hak masyarkat untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi.

Baca juga: Setelah Nyoblos, Airlangga Pantau Quick Count di DPP Partai Golkar

 

Dengan ditolaknya gugatan ini, maka aturan publikasi quick count tetap mengacu pada UU Pemilu, yakni dua jam setelah pemilihan di zona Waktu Indonesia Bagian Barat berakhir.

Pemilihan di wilayah Indonesia bagian barat sendiri baru berakhir pukul 13.00 WIB. Artinya, quick count baru bisa dipublikasikan pukul 15.00 WIB.

Kompas TV Mahkamah Konstitusi menolak gugatan uji materi terkait aturan publikasi hasil survei dan hitung cepat (quick count) pada Pemilu 2019. Dengan putusan MK ini, maka publikasi quick count pada hari pemungutan suara Rabu (17/4/2019) besok, baru bisa dilakukan pukul 15.00 WIB. Pemohon dalam perkara ini adalah Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) dan Asosiasi Riset Opini Publik (Aropi). Para pemohon menguji Pasal 449 ayat (2), ayat (5), ayat (6), Pasal 509, dan Pasal 540 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pemilu. Pasal-pasal yang digugat mengatur quick count baru boleh dipublikasikan dua jam setelah pemungutan suara di zona Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) berakhir. #MK #SidangMK #PemungutanSuara



Penulis : Ihsanuddin

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden