JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku siap menghadapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai uji materi aturan pindah memilih dan pencetakan surat suara. Dijadwalkan, MK akan menyampaikan perkara putusan Kamis (28/3/201).
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, telah menyiapkan sejumlah alternatif untuk menindaklanjuti apapun putusan MK.
"Apapun putusan MK itu nanti kita sudah siapkan," kata Arief saat ditemui di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2019).
Arief mengatakan, ada dua opsi besar yang menjadi pertimbangan KPU.
Baca juga: MK Verifikasi Permohonan Uji Materi UU Pemilu soal Pindah Memilih
Kemungkinan pertama, KPU bakal membuat regulasi baru soal mekanisme pindah memilih dan pencetakan surat suara. Kemungkinan lain ialah kebijakan yang dibuat dari aturan lama.
Menurut Komisioner KPU Viryan Azis, hal ini sangat bergantung dari putusan MK.
Jika MK mengabulkan permohonan uji materi, ada sejumlah klausul dalam pasal Undang-Undang Pemilu yang diuji yang harus dikoreksi. Jika MK menolak, maka kerangka norma tentang pindah memilih dan pencetakan surat suara harus dimaknai dari bunyi pasal yang ada.
"Dilihat dulu, dikabulkan atau ditunda. (Jika dikabulkan) dikabulkannya penuh atau tidak, kalau enggak penuh, mana yang dikabulkan. Ketiga (bagaimana) kalau enggak dikabulkan sama sekali," ujar Arief.
Sebelumnya, dua orang mahasiswa yang berkuliah di Bogor mengajukan uji materi terkait pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Berdasarkan surat permohonan yang tercatat di MK, aturan yang diujimaterikan adalah Pasal 210 ayat (1), (2), (3), Pasal 344 ayat (2), dan Pasal 348 ayat (4). Pasal tersebut mengatur tentang ketentuan pindah memilih dan pencetakan surat suara pemilu.
Selain itu, tujuh pemohon juga mengajukan uji materi ke MK terkait persoalan tersebut.
Baca juga: MK Segera Gelar Uji Materi soal Surat Suara untuk Pemilih Pindah TPS
Ke-tujuh pemohon tersebut adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Kemudian, terdapat pula dua orang warga binaan di Lapas Tangerang, yaitu Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar, serta dua karyawan, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno.
Para pemohon menguji Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) dan ayat (9).
Pasal yang dimohonkan uji materi salah satunya berkaitan dengan batas waktu pindah memilih atau pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Dalam Pasal 210 ayat (1) Undang-Undang Pemilu disebutkan, pindah memilih hanya boleh dilakukan paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara atau 17 Maret 2019.
Selain itu, uji materi juga dimohonkan terhadap pasal yang berkaitan dengan pencetakan surat suara.
Baca juga: MK Memutuskan 24 Perkara Sepanjang Januari-Maret 2019
Pasal 344 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menyebutkan, jumlah surat suara yang dicetak sama dengan jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ditambah dengan 2 persen dari DPT per TPS.
Sebanyak 2 persen surat suara itu merupakan surat suara cadangan yang sebetulnya digunakan untuk mengganti surat suara yang kemungkinan rusak.
Pasal tersebut dinilai mengabaikan pemilih yang tercatat sebagai pemilih yang pindah memilih. Sebab, tak ada aturan yang menyebutkan tentang ketentuan surat suara untuk pemilih tambahan.