JAKARTA, KOMPAS.com - Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) untuk Warga Negara Asing (WNA) menjadi sorotan dan diperbincangkan beberapa hari terakhir setelah viralnya sebuah foto e-KTP milik WNA asal China berinisial GC yang berdomisili di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Informasi yang menyebar diikuti iu bahwa nama GC masuk ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019. Namun, hal ini telah dibantah Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum. Tak ada WNA pemegang e-KTP yang masuk dalam daftar pemilih.
Pemberian e-KTP bagi WNA, menurut Kemendagri, sesuai dengan UU Nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Selain itu, ada perbedaan yang bisa dicermati dari e-KTP untuk WNI dan WNA.
Berikut dirangkum Kompas.com, 6 fakta yang perlu diketahui seputar e-KTP untuk WNA:
1. E-KTP WNA sesuai perintah UU
Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 63 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 63 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan menyebutkan, "Penduduk warga negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki e-KTP".
Baca juga: Ini Syarat WNA untuk Mendapatkan E-KTP
"Penduduk WNA yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah, dan memiliki izin tinggal tetap, wajib memiliki KTP elektronik. Itu perintah UU," kata Zudan kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2019).
Ia menjelaskan, izin tinggal tetap tersebut mengacu pada aturan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kemendagri akan mengeluarkan e-KTP jika WNA tersebut memiliki izin tinggal tetap.
Prosedur dan syarat kepengurusan Itap diatur secara ketat mengacu pada sejumlah instrumen hukum.
Beberapa di antaranya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2016 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 43 Tahun 2015.
2. E-KTP WNA berfungsi untuk layanan publik
E-KTP WNA merupakan salah satu bentuk perwujudan sistem single identity number.
Sistem tersebut memungkinkan seorang WNA mendapatkan fasilitas pelayanan publik, seperti perbankan dan fasilitas kesehatan.
"Kalau single identity number untuk pelayanan publik kan. Orang asing juga dapat pelayanan publik di Indonesia, bank, dia mau sekolah, pelayanan di rumah sakit," kata Zudan.
Baca juga: Mengapa WNA Bisa Mendapatkan E-KTP?
3. WNA tak punya hak politik
Kemendagri menegaskan, meski memiliki e-KTP, WNA tidak punya hak politik. Hak politik adalah hak untuk memilih di pemilu serta hak untuk dipilih.
"Yang tidak diberi adalah hak-hak politik, tidak boleh memilih dan tidak boleh dipilih," kata Zudan.
Baca juga: Kemendagri: E-KTP WNA Tak Bisa untuk Mencoblos
4. Perbedaan E-KTP untuk WNI dan WNA
Secara sekilas, e-KTP milik WNA dan WNI tampak sama. Namun, Zudan menyebutkan, ada beberapa perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan itu:
Baca juga: Ini Perbedaan E-KTP WNI dan WNA
5. Pencetakan E-KTP WNA diinstruksikan dicetak setelah Pemilu 2019
Zudan memberikan arahan ke daerah agar pencetakan e-KTP untuk WNA dilakukan kembali setelah Pemilu 2019 selesai digelar.
"Saya beri arahan ke daerah agar daerah berhati-hati, kalau bisa E-KTP WNA dicetak setelah nanti Pileg, Pilpres," kata Zudan saat konferensi pers di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (27/2/2019).
Dia mengatakan, arahan ini diberikan untuk mencegah kegaduhan terkait kartu identitas tersebut sehingga situasi jelang pemilu lebih kondusif.
Baca juga: Dirjen Dukcapil: Kalau Bisa E-KTP WNA Dicetak setelah Pemilu
6. Sudah dicetak 1.600 e-KTP untuk WNA
Sebanyak 1.600 keping e-KTP untuk WNA sudah dicetak sejak 2014.
"Penerbitan KTP-el WNA sampai saat ini kurang lebih 1.600 seluruh Indonesia. Dari Papua sampai Aceh," ujar Zudan.
Empat provinsi yang paling banyak menerbitkan e-KTP untuk WNA, yaitu Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Baca juga: Sejak 2014, Sebanyak 1.600 Keping E-KTP untuk WNA Telah Dicetak