Dituding Tak Sejalan dengan Amanah Reformasi, Ini Jawaban Jusuf Kalla

Jumat, 27 Juli 2018 | 10:36 WIB
KOMPAS.com/MOH NADLIR Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika memberikan keterangan kepada awak media di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Selasa (13/2/2018).

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla membantah upayanya menjadi pihak terkait dalam uji materi Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak sejalan dengan agenda reformasi.

Diketahui, apabila dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Jusuf Kalla dapat kembali maju sebagai calon wakil presiden dalam Pemilu 2019 meskipun sudah pernah menjabat atas jabatan yang sama pada dua periode yang tidak berturut-turut.

"Reformasi, kan, banyak faktornya. Ini justru kami meminta penjelasan ke MK, bagaimana penafsiran ini, (boleh menjabat presiden atau wakil presiden) berturut-turut atau tidak? Ini justru jalurnya demokratis. Apa yang salah?" ujar Kalla dalam wawancara khusus dengan Rosiana Silalahi yang tayang di Kompas TV, Kamis (26/7/2018).

Menurut Kalla, upayanya adalah konstitusional. Upaya itu dinilai lebih baik dibandingkan Kalla mengembangkan opini di publik dan pada akhirnya berujung pada kegaduhan.

"Daripada diskusi di luar macam-macam, ini boleh, ini tidak, lah kita tanya saja MK," ujar Kalla.

Baca juga: Ada Jokowi dan Megawati di Balik Upaya JK untuk Jadi Cawapres Lagi...

Bahkan, Kalla tidak terlalu khawatir dengan penilaian publik yang dapat menghancurkan citranya sebagai negarawan. Sebab, ada yang menilai Kalla penuh ambisi untuk kembali berkuasa.

Bagi politisi senior Partai Golkar itu, manuver apa pun yang berkaitan dengan politik di Indonesia akan selalu menjadi perdebatan publik.

Namun, yang terpenting adalah upaya itu diyakini bukan merupakan ambisi politiknya, melainkan justru demi kepentingan bangsa dan negara.

"Di Indonesia, semua hal diperdebatkan. Saya kira dalam politik itu banyak dinamikanya. Saya tahu banyak kritikan," ucap Kalla.

"Saya tahu banyak yang menolak. Dalam politik itu, tidak ada yang 100 persen orang tiba-tiba aklamasi. Apalagi, banyak kepentingan yang terganggu. Pastilah itu, saya menyadari itu," kata dia.

Baca juga: Pengajuan JK Jadi Pihak Terkait Uji Materi Syarat Cawapres Dipertanyakan

Menurut Kalla, jabatan wakil presiden bukanlah pemegang kekuasaan. Karena itu, ia menilai aneh jika upayanya dikaitkan dengan ambisi untuk berkuasa.

"Wapres itu kan bukan pemegang kekuasaan, yang pegang kekuasaan itu presiden. Baca saja UUD. Ada enggak kekuasaan wapres untuk memegang kekuasaan? Tidak ada. Wapres itu hanya membantu presiden," kata dia.

Sebelumnya, kuasa hukum Wakil Presiden Jusuf Kalla, Irmanputra Sidin, menyatakan, keputusan kliennya untuk menjadi pihak terkait uji materi Pasal 169 huruf N Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bukan untuk kepentingan pribadi.

Irman mengungkapkan, keputusan Kalla tersebut adalah untuk membantu dalam proses pengajuan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Uji materi UU Pemilu diajukan ke MK oleh Partai Perindo. Uji materi UU tersebut, jika dikabulkan oleh MK, akan memungkinkan Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali maju sebagai wapres dalam Pemilu 2019.

Belakangan, upaya Kalla ini dinilai sebagian pihak tidak sejalan dengan agenda reformasi.

Baca juga: "Kecurigaan bahwa Pak JK Punya Ambisi Kekuasaan Sulit Dihindari"

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut, uji materi itu adalah upaya melemahkan semangat reformasi dan demokrasi.

Sebab, dalam UU Pemilu jelas mengamanatkan masa jabatan presiden dan wakilnya hanya maksimal dua periode.

"Apa yang dilakukan oleh JK itu melemahkan semangat reformasi dan upaya demokratisasi Indonesia. Jadi kalau itu dipaksakan, maka itu menjadi kemunduran demokrasi. Melemahkan semangat reformasi dan mengganggu proses demokratisasi yang sedang berjalan," kata Titi.

Kompas TV Simak dialognya dalam Sapa Indonesia Malam berikut ini



Editor : Bayu Galih

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden