Terlalu Dini jika Menilai Sistem Proporsional Terbuka Gagal

Kamis, 27 April 2017 | 18:23 WIB
SERAMBI/M ANSHAR ILUSTRASI Pemilu.

JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum tengah digarap oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), untuk dijadikan landasan dalam pemilu serentak 2019. Salah satu yang menjadi perhatian masyarakat terkait sistem pemilihan.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2012-2017 Hadar Nafis Gumay berpendapat bahwa sistem pemilihan proporsional terbuka lebih tepat diterapkan. Dengan demikian, masyarakat benar-benar bisa menentukan pilihannya.

"Saya menganjurkan sistem daftar proposional terbuka. Rakyat yang menentukan pilihannya. Kita baru benar-benar terapkan sistem proporsional terbuka pada pemilu 2009 dan 2014," ujar Hadar dalam diskusi RUU Pemilu di kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Matraman, Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2017).

Menurut Hadar, terdapat beberapa kelemahan dalam sistem proporsional terbuka-terbatas dan sistem proporsional tertutup.

(Baca: Jokowi: Revisi UU Pemilu Jangan Terjebak Perangkap Politik Jangka Pendek)

Pertama, dia menilai sebagian besar partai politik saat ini masih mementingkan jaringan pertemanan dan kekerabatan. Sementara dalam sistem proporsional tertutup, partai politiklah yang akan menentukan nomor urut calon anggota legislatif.

Kedua, isu soal politik uang dan perselisihan antar-anggota yang bisa mengakibatkan instabilitas di tubuh parpol.

"Biasa yang disoroti adalah money politic dan caleg sikut-sikutan sehingga bisa merusak partai. Kalau sistem tertutup, maka nomor urutlah yang menentukan dan partai politik yang akan paling menentukan," kata Hadar.

(Baca: Pansus RUU Pemilu Akan Voting Tiga Isu Krusial, Apa Saja?)

Selain itu, kata Hadar, sistem proporsional terbuka adalah sistem yang diinginkan rakyat dan menjadi mandat reformasi.

"Sistem ini baru diterapkan dua kali masa pemilu, jadi belum cukup waktu untuk ambil kesimpulan bahwa sistem ini gagal," tuturnya.

"Jadi, kami harapkan benar-benar terbuka, bukan sistem proporsional terbuka terbatas," kata dia.

Kompas TV DPR dan Pemerintah Bahas Revisi UU Pemilu



Editor : Sabrina Asril

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden