5 Fakta Suku Abui di Alor NTT, Hidup Tanpa Listrik

Minggu, 28 Agustus 2022 | 10:34 WIB
KOMPAS.com/WASTI SAMARIA SIMANGUNSONG Masyarakat Suku Abui di Desa Takpala, Kecamatan Alor Tengah Utara, Alor, Nusa Tenggara Timur sedang beraktivitas, Sabtu (27/08/2022)

KOMPAS.com - Di lereng sebuah bukit kawasan Alor Utara ada sebuah kampung adat yang dihuni oleh 14 kepala keluarga dari Suku Abui, bernama Desa Takpala.

Desa Adat Takpala merupakan kampung tradisional di kecamatan Alor Tengah Utara, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baca juga: Melihat Lebih Dekat Kehidupan Suku Abui di Desa Adat Takpala Alor, NTT

Desa ini jauh dari kehidupan modern, bahkan masih mempertahankan prinsip turun-temurun dari nenek moyangnya untuk tidak menggunakan listrik.

Berikut sejumlah fakta menarik seputar masyarakat Suku Abui di Desa Takpala yang Kompas.com rangkum saat mengunjungi kampung adat ini dalam "Reward Trip Epson X Yayasan WWF Indonesia", Sabtu (27/08/2022).

Fakta Suku Abui di Alor, NTT

1. Hidup tanpa listrik

Suku Abui di Desa Adat Takpala hingga saat ini memutuskan hidup tanpa listrik. Dulunya untuk penerangan, orang tua menggunakan bambu kering yang diisi dengan buah jarak, lalu dibakar. Cara itu berlangsung cukup lama hingga minyak tanah dikenal oleh masyarakat setempat.

"Buah jarak dipakai sampai ada minyak tanah, hingga sekarang masih pakai minyak tanah, masyarakat Desa Adat Takpala memang tidak mau menggunakan listrik," kata Kepala Sanggar Desa Adat Takpala, Sipri kepada Kompas.com, Sabtu.

Baca juga: Desa Wisata Marisa di Alor, Keindahan Bawah Laut yang Belum Bisa Dinikmati Wisatawan

Sipri menambahkan, sebagian warga Desa Adat Takpala memang ada yang mempunyai ponsel. Namun, mereka harus pergi ke desa bawah yang ada di sekitar pantai untuk mengisi daya ponselnya.

2. Punya rumah sakral

Rumah Adat Suku Abui di Desa Adat Takpala, Alor, NTT.KOMPAS.com/WASTI SAMARIA SIMALUNGSONG Rumah Adat Suku Abui di Desa Adat Takpala, Alor, NTT.

Di kampung ini, terdapat 14 rumah adat tradisional atau rumah lopo Suku Abui yang dihuni satu keluarga di setiap rumah.

Secara keseluruhan, rumah Desa Adat Takpala terdiri atas empat macam rumah atau ruangan, yakni ruangan menerima tamu, rumah tempat memasak dan tidur, gudang penyimpanan jagung dan ubi, serta rumah sakral.

Baca juga: Pesona Watu Peti NTT, Konon Dulunya Peti Harta Karun Putri Kerajaan

Rumah sakral ini berada persis di tengah kampung. Dua rumah tersebut tidak bisa dibuka sembarang orang,dan hanya boleh dimasuki oleh sub-suku Marang saja saat pembukaan lahan satu tahun sekali.

"Dua rumah di tengah adalah rumah sakral, tidak bisa dihuni, hanya dibuka satu tahun sekali saat ritual buka lahan," ujar Sipri.

Rumah satu dinamakan Kolwat (hitam) dan satunya Kanuruwat (putih). Sapri bercerita, menurut nenek moyang suku Abui, rumah Kolwat adalah rumah yang identik dengan hal-hal gelap dan jahat. Sementara rumah Kanuruwat dianggap sebagai rumah yang suci.

Adapun secara umum, ada tiga sub-suku Abui, yakni Kapitang, Marang, dan Awenni.

Selain Marang, dua sub-suku lainnya baru boleh memasuki rumah itu jika mereka adalah anak sulung dari masing-masing sub-suku.

Baca juga: Desa Marisa di Pulau Kangge NTT Garap 3 Situs Ekowisata

Lalu, ada apa di dalam rumah sakral itu?

Di dalam kedua rumah ada peninggalan leluhur suku Abui, seperti moko (alat musik besi), periuk nenek moyang di zaman dahulu, dan tombak perang.

Beberapa masyarakat Suku Abui di Desa Takpala, Kecamatan Alor Tengah Utara, Alor, Nusa Tenggara Timur, Sabtu, 27/8/2022KOMPAS.com/WASTI SAMARIA SIMANGUNSONG Beberapa masyarakat Suku Abui di Desa Takpala, Kecamatan Alor Tengah Utara, Alor, Nusa Tenggara Timur, Sabtu, 27/8/2022

3. Mempertahankan kehidupan tradisionalnya

Salah satu aspek tradisional yang dipertahankan Suku Abui Desa Takpala adalah pada penggunaan genteng rumah yang masih berupa alang-alang.

"Bahkan, jika atap rusak, kami tetap mempertahankan tradisi sejak dulu, kami akan cari alang-alang untuk memperbaiki, bukan menggantinya dengan seng," ujar Sipri.

Baca juga: Tradisi Penti, Cara Orang Manggarai Raya NTT Syukuri Hasil Panen

4. Mata pencaharian dengan berkebun

Jika sebagian besar warga Alor menggantungkan hidupnya dari hasil laut, Suku Abui justru mencari nafkah dari hasil berkebun, seperti jagung dan ubi.

Di belakang perkampungan tampak lahan yang sudah ditanami. Meski begitu, setelah masa panen selesai, warganya akan berpindah mencari lahan baru untuk ditanami lagi.

Baca juga: Saat Para Wisatawan Asing Belajar Menenun di Nagekeo NTT

Sedangkan para orang tua yang sudah tidak bisa berkebun akan membuat kerajinan sebagai suvenir untuk dijual kepada wisatawan di lokasi tersebut.

Mama Suku Abui di Desa Takpala, Kecamatan Alor Tengah Utara, Alor, Nusa Tenggara Timur, sedang merapikan kain untuk dijual kepada pengunjung, Sabtu (27/8/2022)KOMPAS.com/WASTI SAMARIA SIMANGUNSONG Mama Suku Abui di Desa Takpala, Kecamatan Alor Tengah Utara, Alor, Nusa Tenggara Timur, sedang merapikan kain untuk dijual kepada pengunjung, Sabtu (27/8/2022)

5. Dulu dijuluki "pemburu kepala manusia"

Konon, zaman dulu Suku Abui sangat mahir dalam berperang, sehingga mendapat julukan "pemburu kepala manusia".

Hal ini bisa dilihat dari perlengkapan baju perang yang digunakan saat menyambut tamu dengan tarian khas nya. Ada parang dan anak panah, yang digunakan penari laki-laki.

Baca juga: Air Terjun Cunca Antar, Wisata Alam Tersembunyi di Manggarai Timur NTT

Namun, tidak perlu takut karena saat ini masyarakat Suku Abui justru hidup dengan berkebun dan sangat terbuka bagi siapa pun yang ingin berkunjung.

"Kampung ini terbuka untuk umum, siapa saja boleh masuk, untuk kontribusi saat mengisi buku tamu sukarela, tidak ada harga yang ditentukan," tutupnya.

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Kompas.com (@kompascom)

Page:

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden