4 Serangan kepada Petahana yang Dijawab Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf di MK

Rabu, 19 Juni 2019 | 08:07 WIB
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Ketua Tim Hukum Joko Widodo - Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra hadir dalam sidang perdana sengketa pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019).

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim hukum calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin menilai, materi gugatan sengketa pilpres yang diajukan pemohon, berbasis pada bias anti petahana.

Menurut tim hukum, pemohon sengaja membangun narasi bahwa calon presiden petahana bertindak curang dan melakukan pelanggaran pemilu.

Berikut 4 tuduhan terkait petahana yang dibantah tim hukum Jokowi-Ma'ruf:

1. Cuti petahana

Menurut tim hukum Jokowi-Maruf, MK dalam Putusan Nomor 60/PUU-XIV/2016, pada 17 Juli 2017 telah memberikan pertimbangan hukum mengenai tuduhan incumbent yang tidak cuti sebagai bentuk kecurangan.

Baca juga: Tim Hukum Jokowi-Maruf Bicara soal Hoaks di Medsos yang Serang Petahana

Dalam putusannya, MK tidak setuju dengan pendapat yang menyatakan petahana yang tidak cuti sudah pasti akan menyalahgunakan jabatan dan/atau kekuasaannya sebagai kepala daerah untuk memenangkan diri dalam pemilihan kepala daerah yang diikuti.

Dalam permohonan guagatan, pihak tim hukum paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menuduh pihak terkait selaku petahana berikut jajaran pejabat pemerintah lainnya yang merupakan bagian dari Kabinet Kerja dalam menjalankan kewajiban sebagai pelayan rakyat dianggap sebuah pelanggaran atau kecurangan.

"Dalil pemohon menyangkut persoalan abuse of power terkait cuti petahana adalah dalil yang bersifat asumtif yang tidak disetujui oleh Mahkamah, dan tidak berdasar secara hukum," ujar anggota tim hukum Jokowi-Ma'ruf, I Wayan Sudirta.

Baca juga: Jawaban Tim Hukum Jokowi-Maruf soal Cuti Petahana dalam Gugatan di MK

Menurut tim hukum Jokowi-Ma'ruf, persoalan yang disampaikan oleh pemohon adalah persoalan normatif yang telah diatur dalam UU. Pengaturan soal batasan bagi pejabat (dalam Pemilu) sudah sangat banyak, baik di dalam UU Pemilu maupun UU lainnya yang terkait.

2. Kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri

Tim hukum membantah adanya pelanggaran pemilu terkait kebijakan pemerintah menaikkan gaji pegawai negeri sipil, TNI dan Polri.

Tim hukum Jokowi-Ma'ruf memastikan kebijakan pemerintah itu tidak terkait pemilu.

Kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Luhut Pangaribuan mengatakan, secara umum program-program tersebut merupakan kebijakan pemerintah untuk melaksanakan perintah undang-undang.

Semua program tersebut dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang APBN yang merupakan kesepakatan bersama antara Pemerintah dengan DPR.

Baca juga: Menjawab Permohonan Baru Prabowo-Sandiaga yang Dinilai Tim 01 Penuh Asumsi...

Luhut mengatakan, program DP 0 persen bagi PNS, Polri, dan TNI merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bagi Aparatur Sipil Negara. Hal itu direspon positif sebagai bagian dari upaya untuk mengurangi praktik korupsi mengingat rumah merupakan kebutuhan primer.

Sementara, pembayaran gaji ke-13 dan THR merupakan program rutin tahunan yang tidak terkait dengan Pemilu.

3. Dana desa

Tim hukum Jokowi-Ma'ruf membantah adanya pelanggaran pemilu melalui penyalahgunaan dana desa.

Menurut tim hukum, kekalahan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjoyo dalam kontestasi pemilu legislatif adalah salah satu bukti tidak ada penyalahgunaan dana desa.

Baca juga: Tim Hukum 01 Minta MK Tolak Permohonan Prabowo-Sandiaga Soal Diskualifikasi, Ini Alasannya

Tim hukum berpandangan, seandainya benar ada pengaruh antara dana pendamping desa, aparat desa, dan kepala desa dengan Pemilu, maka seharusnya Menteri Eko merupakan orang yang pertama dan secara langsung dapat menikmati.

"Faktanya, Menteri yang menjadi Caleg DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa di dapil Bengkulu ini gagal terpilih dalam Pemilu Legislatif 2019," ujar anggota tim hukum Jokowi-Ma'ruf, Luhut Pangaribuan.

4. Penyalahgunaan birokrasi dan BUMN

Tim hukum Jokowi-Ma'ruf menilai, tuduhan penyalahgunaan birokrasi dan BUMN adalah tuduhan yang tidak berdasar. Menurut tim hukum, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan pernyataan secara langsung kepada seluruh Aparatur Sipil Negara terkait netralitas ASN.

Kemudian, diterbitkan Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) No. B/94/M.SM.00.00/2019 Tentang Pelaksanaan Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Legislatif pada 26 Maret 2019.

Baca juga: Tim Hukum 01 Minta MK Tolak Permohonan Prabowo-Sandiaga Soal Diskualifikasi, Ini Alasannya

Dalam permohonan, pemohon menuduh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo telah bersikap tidak netral dan melakukan kampanye terselubung kepada ASN untuk mendukung paslon nomor urut 01.

Menurut tim hukum, pemohon telah sengaja memotong berita mengenai arahan yang disampakan Tjahjo Kumolo kepada ASN, dengan framing negatif untuk mendorong opini publik, sehingga seolah-olah Mendagri mengintruksikan agar tidak boleh netral dalam pemilihan presiden.

Padahal, jika dibaca secara utuh, pernyataan yang disampaikan Tjahjo dalam konteks memberikan pembinaan kepada ASN agar loyal dan patuh kepada pimpinan dari partai manapun, baik itu kepada bupati, gubernur termasuk presiden, dengan mendukung program yang telah dicanangkan.

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden