Pengamat: Parpol Kurang Sensitif bila Tetap Ajukan Caleg Eks Koruptor

Kamis, 20 September 2018 | 09:42 WIB
Inggried Dwiwedhaswary/Kompas.com Aksi peringatan Hari Antikorupsi sedunia oleh sejumlah aktovis ICW di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/12/2014)

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor berpendapat, beberapa partai politik masih menerapkan pandangan pragmatisme ketimbang memenuhi harapan publik untuk menghadirkan kader yang bersih dan berintegritas.

“Mungkin dalam pandangan partai politik itu masih menerapkan pandangan legal formal, bahwa mereka yang koruptor sudah melalui tahapan hukuman, sehingga layak menerapkan sama sebagai warga yang lain,” tutur Firman melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Kamis (20/9/2018).

Menurut Firman, para eks koruptor yang dipertahankan dalam daftar calon anggota legislatif memiliki kontribusi besar bagi parpol.

“Mungkin ada potensi populer di daerah pemilihannya, karena ada beberapa kasus ketika pemilihan kepala daerah maupun di legislatif seorang yang masih diselesaikan terkait korupsi atau terindikasi korupsi bisa menang juga ada,” kata Firman.

Firman menilai, partai politik kurang memiliki rasa sensitifitas bila tetap mengusung calon anggota legislatif yang merupakan mantan narapidana kasus korupsi.

“Saya kira partai-partai tersebut kurang sensitif, tentu risiko akan ditanggung sendiri nanti kalau memang itu berimbas kepada partai,” ujar Firman.

Baca juga: Alasan Partai Gerindra Tetap Usung Bacaleg Eks Koruptor

Firman menuturkan, partai politik harus memiliki komitmen untuk menghukum koruptor dalam rangka memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya.

Hal itu, kata Firman, lantaran perilaku korupsi merupakan bahaya laten.

“Tentu saja apa yang dilakukan partai politik kompatibel niat atau tujuannya. Parpol tidak sejalan dengan cita-cita untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya,”kata Firman.

“Jadi diibaratkan kalau dulu memberantas komunis sampai akar-akarnya kan semua terkait komunisme diberantas, dimatikan. Kalau menberantas korupsi kenapa tidak diperlakukan sama?”sambung Firman.

Kompas TV Langkah apa yang bisa diambil KPU pasca keluarnya keputusan ini? Dan apa yang harus dilakukan parpol?



Editor : Krisiandi

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden