Semakin Banyak Caleg Artis, Parpol Dinilai Semakin Malas Kerja

Rabu, 18 Juli 2018 | 11:21 WIB
Indra Akuntono/KOMPAS.com Suasana rapat paripurna pembahasan RAPBN 2016 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (30/10/2015).

JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena banyaknya partai politik yang mengusung calon anggota legislatif dari kalangan artis, dinilai memberikan kesan negatif terhadap partai politik.

Fenomena ini dianggap semakin mengesankan partai politik bersikap pragmatisme.

Hal itu dikatakan peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, menanggapi banyaknya artis yang diusung sebagai caleg oleh parpol.

"Partai politik hampir semuanya pragmatis, enggan bekerja keras untuk meraih hasil gemilang," ujar Lucius kepada Kompas.com, Rabu (18/7/2018).

Baca juga: Caleg Artis Jangan Hanya Modal Popularitas, Perlu Intelektual dan Integritas

Menurut Lucius, semestinya sistem pemilu langsung serentak memberikan pesan kepada partai untuk melakukan kerja serius dalam bidang kaderisasi.

Meski popularitas menjadi salah satu strategi pemenangan, partai seharusnya menanamkan ideologi dan program-programnya sejak dini kepada para tokoh populer.

Namun, menurut Lucius, saat ini partai politik terlihat malas untuk mendorong kader, sehingga bekerja instan dengan merekrut caleg-caleg artis yang diharapkan akan memberikan sumbangsih, mensosialisasikan partai ke pemilih.

Baca juga: Deretan Caleg Partai Berkarya dari Keluarga Cendana hingga Artis Lawas

Semakin banyak caleg pesohor, maka kerja partai untuk mengampanyekan diri ke masyarakat dianggap lebih ringan.

"Seperti yang terjadi sekarang, dengan memakai topeng sistem pemilu langsung, partai-partai merasa tak bersalah merekrut figur pesohor di last minute untuk menjadi caleg partainya," kata Lucius.

Menurut Lucius, yang akan terdampak dari fenomena ini adalah publik atau pemilih. Sebab, perekrutan caleg hampir pasti mengabaikan persoalan kualitas.

Merekrut caleg secara kilat diyakini tak menyentuh persoalan kapasitas, kapabilitas, dan integritas.

Akibatnya, pemimpin yang terpilih berisiko tak mampu bekerja sesuai keinginan pemilih dan konstituen.













Penulis : Abba Gabrillin
Editor : Sandro Gatra

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden