Sidang Sengketa Pilkada, KPU Dinilai Langgar Otonomi Khusus Papua

Kamis, 22 Maret 2018 | 10:45 WIB
KOMPAS.com/Hendra Cipto Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Boy Markus Nawir menjadi saksi dalam persidangan keempat sengketa Pilkada Papua yang digelar di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar, Rabu (21/3/2018) malam.

MAKASSAR, KOMPAS.com - Sidang sengketa Pilkada Papua terus bergulir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar Jl AP Pettarani.

Pasangan nomor urut 1 Lukas Enembe-Klemen Tinal sebagai penggugat melawan KPU Papua selaku tergugat yang telah meloloskan pasangan nomor urut 2 John Wempi Wetipo-Habel Melkias Suwae.

Dalam sidang keempat, Rabu (21/3/2018) malam, penggugat menghadirkan dua saksi yakni anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua Boy Markus Nawir dan seorang aktivis pro demokrasi Yan Matuan.

Keduanya dimintai kesaksiannya terkait tahapan Pilkada Papua hingga KPU meloloskan pasangan calon nomor 2 yang dianggap ijazah S1 dan S2 asli tapi palsu.

(Baca juga : Tertunda Sepekan, Dua Pasang Calon Resmi Bertarung di Pilkada Papua )

Dalam keterangannya, Boy menilai KPU Papua telah melanggar Undang-undang Otonomi Daerah Khusus Papua yang tidak melibatkan DPR dalam beberapa tahapan Pilkada.

"KPU Papua melabrak Undang-undang Otonomi Khusus Papua. Di Indonesia, ada 5 daerah otonomi khusus seperti Jakarta, Aceh, Yogyakarta, Papua, dan Papua Barat. Baru Pilkada 2018 ini, KPU tidak melibatkan DPR Papua dalam beberapa tahapan mulai dari pendaftaran hingga verifikasi," ucapnya.

Boy yang juga anggota Pansus Pilkada Papua ini menjelaskan, dalam UU Otonomi Daerah Khusus, DPR dilibatkan saat pendaftaran hingga verifikasi. Namun KPU Papua terus menggelar tahapan Pilkada sendiri hingga terjadi sengketa yang berakhir di PT TUN.

"Kalau di Pilkada di sana, harus calonnya putra daerah. Setelah calon mendaftar, kita melakukan verifikasi bersama-sama dengan KPU Papua. Termasuk juga ijazah pasangan calon hingga ditetapkan oleh KPU," ungkapnya.

"Setelah ditetapkan, KPU Papua yang terus melaksanakan tahapan Pilkada. Namun, KPU Papua jalan sendiri sejak awal tahapan sampai sekarang bersengketa seperti ini," tambahnya.

(Baca juga : Pilkada Papua Rawan Konflik, Ini Antisipasi KPU )

Saksi kedua, Yan Matuan selaku koordinator Solidaritas Peduli Pembangunan Masyarakat Kabupaten Jayawijaya mengatakan, sejak beberapa tahun dia sering memprotes gelar S.Sos dari Stisipol Silas Papare yang digunakan calon gubernur Papua, John Wempi Wetipo (JWW).

"Kami protes selama ini karena dia tidak pernah kuliah di Stisipol Silas Papare dan menyandang gelar S.Sos. Itu terbongkar setelah diverifikasi ijazah John Wempi Wetipo di Kopertis XII dan nomor induk ijazah atas namanya. 

Beberapa tahun kemudian JWW tidak lagi menggunakan gelar S.Sos, namun berganti menjadi SH, MH dari Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura. Dia daftar di KPU dengan gelar SH, MH," ujar Matuan.

Namun, penyataan Boy dibantah Ketua Tim Kuasa hukum KPU Papua Heru Widodo. Menurut dia, UU otonomi daerah telah dicabut berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi setelah adanya keputusan Pilkada serentak.

"Undang-undang otonomi khusus itu sudah dicabut dan tidak berlaku lagi. Jadi KPU Papua melaksanakan tahapan awal hingga akhir sendiri," katanya.

"Bisa dicek itu putusan MK. Jadi tidak mesti dilibatkan DPR Papua dalam tahapan Pilkada. Kita juga sudah verifikasi ijazah John Wempi Wetipo dan rektor Uncen menyatakan asli," tuturnya.

Ketua tim kuasa hukum penggugat, Yance Salambauw mengatakan, memang ada revisi undang-undang otonomi khusus dan hanya satu pasal yang dicabut. Tidak semua pasal dicabut, sehingga DPR Papua harus dilibatkan dalam tahapan pendaftaran hingga tahap verifikasi.

"Dalam sengketa ini, kami menggugat KPU Papua yang tidak melakukan verifikasi secara detail dan benar terhadap syarat pendidikan yang diajukan pasangan calon gubernur nomor urut 2 atas nama John Wempi Wetipo," tandasnya.

Yance mengatakan, harusnya KPU melakukan verifikasi ijazah sarjana milik pasangan no urut 2 secara mendetail. Pasalnya, sudah ada laporan bahwa ijazah yang digunakan John Wempi Wetipo itu asli tapi palsu. Sebab, ijazah S1 hampir bersamaan terbitnya dengan ijazah S2.

"S1 mulai kuliah tahun 2009 hingga 2012 dan terbit itu ijazah. Tidak lama kemudian, ijazah S2 keluar di tahun 2013 yang dimulai kuliahnya di tahun 2011," katanya.

"Harusnya kan orang bisa S2, jika mendaftar menggunakan ijazah S1. Belum lagi, itu ijazah SI dan S2 menggunakan sistem transfer dari kampus Stisipol Silas Papare. Memang itu ijazah asli, tapi palsu data transfer kuliah John Wempi Wetipo," bebernya.

Sebelumnya telah diberitakan, penggugat yang merupakan pasangan petahana ini menggugat KPU Papua yang meloloskan pasangan nomor urut 2 John Wempi Wetipo-Habel Melkias Suwae.

Pesaing petahanan ini diduga menggunakan ijazah sarjana asli tapi palsu dari Universitas Cendrawasih (Uncen) Jayapura.

Sebelum menempuh jalur hukum di PT TUN Makassar, sengketa Pilkada Papua ditangani oleh Bawaslu Papua. Bawaslu memenangkan KPU Papua yang meloloskan John Wempi Wetipo sebagai Calon Gubernur Papua.

Paslon nomor urut 1 Lukas Enembe-Klemen Tinal (Lukmen) diusung Partai Nasdem, Demokrat, Hanura, PPP, pkb, PKS, Golkar, PKPI. Sedangkan paslon nomor urut 2 John Wempi Watipo-Habel Melkias Suwae (Josua) diusung PDI-P dan Gerindra.

Kompas TV Kapolda Jawa Barat Irjen Agung Budi Maryoto mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh kabar yang belum pasti kebenarannya.




Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden