Perubahan Susunan TGUPP Anies Dipertanyakan Anggota DPRD

Senin, 11 Maret 2019 | 08:24 WIB
KOMPAS.com/JESSI CARINA Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno bersama lima anggota TGUPP bidang pencegahan korupsj bernama Komite Pencegahan Korupsi di Balai Kota, Rabu (3/1/2018). Komite ini diketuai oleh Bambang Widjojanto.

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengubah ketentuan jumlah anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) lewat Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2019 yang diundangkan pada 22 Februari lalu.

Pasal 17 ayat (2) peraturan itu berbunyi, "Jumlah keanggotaan TGUPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebutuhan berdasarkan beban kerja dan kemampuan keuangan daerah."

Di aturan sebelumnya yakni Peraturan Gubernur Nomor 187 tahun 2017 yang diubah sebagian isinya lewat Peraturan Gubernur Nomor 196 Tahun 2017, jumlah anggota TGUPP dibatasi paling banyak 73 sesuai dengan Pasal 19.

Jumlah itu masing-masing tujuh anggota untuk bidang pengelolaan pesisir, bidang ekonomi dan lapangan kerja, bidang harmonisasi regulasi, serta bidang pencegahan korupsi. Adapun sisanya, yakni 45 anggota, bekerja di bawah bidang percepatan pembangunan.

Baca juga: Jumlah Anggota TGUPP Tak Terbatas, DKI Sebut untuk Fleksibilitas

Sama seperti aturan sebelumnya, keanggota TGUPP bisa berasal dari PNS maupun non-PNS.

Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhanah menyatakan bahwa dihapusnya ketentuan soal jumlah demi fleksibilitas saja.

"Fleksibilitas sih, karena di pergub lama kan diatur jumlahnya maksimal 73, perhitungannya 73 itu harus ada kajiannya," kata Yayan di Balai Kota, Jumat lalu.

Yayan menilai dalam pergub lama, seharusnya tak perlu diatur batasan. Karena itu, bunyi ketentuan soal jumlah anggota diubah jadi sesuai kemampuan keuangan daerah.

"Nanti disesukan dengan beban tugas Pak Gubernur," ujar Yayan.

Selain mengubah ketentuan jumlah, Anies juga mereorganisasi bidang-bidang TGUPP. TGUPP yang sebelumnya terdiri dari lima bidang, kini direorganisasi menjadi empat.

Dalam pasal 7 disebutkan bidang-bidang TGUPP yakni bidang respons strategis, bidang hukum dan pencegahan korupsi, bidang pengelolaan pesisir, serta bidang ekonomi dan percepatan pembangunan.

Anggota TGUPP juga kini bisa mendapat uang transportasi. Pasal 26 pergub itu berbunyi, "Dalam rangka pelaksanaan tugas TGUPP dapat diberikan tunjangan atau pengganti uang transport dan wewenangnya, TGUPP berpedoman dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

Dalam aturan sebelumnya, perihal uang transportasi tidak disebutkan sama sekali.

Dipertanyakan

Ketua Fraksi PDI-P DKI Jakarta Gembong Warsono mengkritik kebijakan Anies yang tak lagi membatasi jumlah TGUPP. Gembong mempertanyakan manfaat TGUPP.

"Hasilnya kita lihat dulu. Kan Gubernur menggunakan APBD untuk menggaji timnya. Hasil dari orang yang digaji itu bagaimana memberikan kontribusi untuk membantu pembangunan Jakarta," kata Gembong, Jumat.

Gembong menilai langkah Anies itu bakal memperkuat peran TGUPP. Padahal, pembangunan harusnya dilaksanakan oleh anak buah Anies di satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

"Ada tanda Gubernur tidak percaya kepada SKPD, makanya sekarang jumlahnya tidak dibatasi, ini justru memberikan peluang," ujar dia.

Gembong khawatir, banyaknya TGUPP justru menghambat pembangunan.

Baca juga: Fraksi PDI-P Pertanyakan Kontribusi TGUPP dalam Pembangunan Jakarta

"Kalau sampai orang ratusan memberi masukan, jadi tambah buruk bukan tambah cepat. Terlalu banyak tanya, diskusi, akhirnya enggak dieksekusi," ujar Gembong.

Gembong mengatakan, karena TGUPP digaji pakai uang rakyat, Gubernur harus transparan terkait kinerja TGUPP. Selama ini, kata Gembong, Gubernur tak pernah melaporkan kinerja TGUPP.

"Itu ke depannya akan jadi masalah ketika nanti BPK masuk ketika pertanggungjawaban TGUPP yang digaji melalui APBD itu. Jadi sebelumnya kan operasional gubernur jadi suka-suka dia," ujar Gembong.

Gembong mengatakan pihaknya akan meminta pertanggungjawaban Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) sebab anggaran TGUPP dimasukkan ke anggaran Bappeda.

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden