Usulan Sistem Pemilu Terbuka Terbatas Disebut sebagai Langkah Mundur Demokrasi

Rabu, 26 Oktober 2016 | 07:09 WIB
SERAMBI/M ANSHAR Warga mencelupkan jari dalam tinta usai mencontreng dalam Pilpres 2009 di TPS 5 Desa Gue Gajah, kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Rabu (8/7/2009).

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menilai usulan pemerintah terkait sistem pemilu terbuka terbatas pada Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) sebagai langkah mundur demokrasi.

Sebab, publik tidak diperkenankan memilih calon anggota legislatif, melainkan hanya memilih gambar partai.

"Menurut saya ini yang disebut dengan langkah mundur berdemokrasi kita. Ini proporsional tertutup tetapi kenapa dinyatakan terbuka terbatas," kata Lukman melalui pesan singkat, Selasa (25/10/2016).

Usulan tersebut tercantum dalam Pasal 138 ayat (2) dan (3) draf Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu).

Adapun, pasal tersebut berbunyi: "(2) Pemilu untuk memilih memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas;"

"(3) Sistem proporsional terbuka terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sistem Pemilu yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon yang terbuka dan daftar nomor urut calon yang terikat berdasarkan penetapan partai politik."

Namun, pada pasal 401, disebutkan bahwa penetapan calon terpilih anggota legislatif dari partai politik peserta pemilu didasarkan pada perolehan kursi di suatu daerah pemilihan, ditetapkan berdasarkan nomor urut calon sesuai urutan yang tercantum pada surat suara.

Lukman meyakini, partai-partai yang konsisten dengan keterbukaan akan menolak usulan tersebut. Sebab, mereka tak menginginkan cara berdemokrasi Indonesia kembali mundur.

(Baca juga: F-Nasdem Tolak Sistem Proporsional Tertutup dalam RUU Pemilu Usulan Pemerintah)

"Pemerintah tidak clear. Membelok-belokkan istilah. Saya kira sistem ini akan ditolak oleh partai-partai yang konsisten dengan keterbukaan," tutur Politisi PKB itu.

Adapun draf RUU Pemilu telah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR pada Jumat (21/10/2016) lalu.

(Baca juga: Usulan Sistem Terbuka Terbatas dalam RUU Pemilu Dianggap Membingungkan)

Kompas TV Golkar Usung Jokowi Jadi Capres 2019



Editor : Bayu Galih

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden