JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy menilai usulan pemerintah terkait sistem pemilu terbuka terbatas pada Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) sebagai langkah mundur demokrasi.
Sebab, publik tidak diperkenankan memilih calon anggota legislatif, melainkan hanya memilih gambar partai.
"Menurut saya ini yang disebut dengan langkah mundur berdemokrasi kita. Ini proporsional tertutup tetapi kenapa dinyatakan terbuka terbatas," kata Lukman melalui pesan singkat, Selasa (25/10/2016).
Usulan tersebut tercantum dalam Pasal 138 ayat (2) dan (3) draf Rancangan Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu).
Adapun, pasal tersebut berbunyi: "(2) Pemilu untuk memilih memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas;"
"(3) Sistem proporsional terbuka terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sistem Pemilu yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon yang terbuka dan daftar nomor urut calon yang terikat berdasarkan penetapan partai politik."
Namun, pada pasal 401, disebutkan bahwa penetapan calon terpilih anggota legislatif dari partai politik peserta pemilu didasarkan pada perolehan kursi di suatu daerah pemilihan, ditetapkan berdasarkan nomor urut calon sesuai urutan yang tercantum pada surat suara.
Lukman meyakini, partai-partai yang konsisten dengan keterbukaan akan menolak usulan tersebut. Sebab, mereka tak menginginkan cara berdemokrasi Indonesia kembali mundur.
(Baca juga: F-Nasdem Tolak Sistem Proporsional Tertutup dalam RUU Pemilu Usulan Pemerintah)
"Pemerintah tidak clear. Membelok-belokkan istilah. Saya kira sistem ini akan ditolak oleh partai-partai yang konsisten dengan keterbukaan," tutur Politisi PKB itu.
Adapun draf RUU Pemilu telah diserahkan oleh pemerintah kepada DPR pada Jumat (21/10/2016) lalu.
(Baca juga: Usulan Sistem Terbuka Terbatas dalam RUU Pemilu Dianggap Membingungkan)