Kisah 7 Surat Ibunda BJ Habibie, Ungkapkan Kerinduan hingga Nasihat

Jumat, 13 September 2019 | 06:27 WIB
KOMPAS.COM/DEWANTORO Seseorang menyusun 7 surat dari RA Habibie (ibunda BJ Habibie) yang ditulis di kertas aerogram pada tahun 1967-1970. Saat ini tujuh surat ini berada di Museum Y Al Quran di Medan. Nantinya surat ini akan diserahkan kepada dua anak BJ Habibie untuk disimpan di Museum Habibie.

 

MEDAN, KOMPAS.com - Tujuh surat penting  tersimpan di Museum Sejarah Al Qur'an Medan. Surat tersebut didapatkan oleh seorang sejarawan Ichwan Azhari saat masih belajar di Jerman, sekitar tahun 1997.

Sejak lama dia ingin menyerahkannya secara langsung kepada pemiliknya, namun tak kesampaian.

Tujuh surat dalam bentuk aerogram, yakni selembar kertas yang berfungsi sebagai kertas surat sekaligus bisa menjadi amplop itu adalah milik Bacharudin Jusuf Habibie.

Baca juga: Menteri Basuki Sedih Belum Sempat Laporkan Rampungnya Jembatan Habibie

Kamis sore (13/9/2019), di Museum Sejarah Al Qur'an, Ichwan menceritakan kisahnya mendapatkan surat tersebut.

"Surat ini saya temukan di Stuttgart, Jerman saat pameran internasional prangko dan benda filateli," katanya.

Dikatakannya, selama di Jerman ia hobi mengumpulkan benda filateli dari Indonesia. Saat musim liburan dia selalu mendatangi pusat pameran filateli.

Di Jerman, setiap pameran filateli selalu ada prangko dari Indonesia dan juga dari seluruh dunia.

"Itu menjadi kesempatan saya mencari prangko dan surat dari Indonesia, baik yang dikirim ke Jerman dan Belanda," katanya.

Jerman, kata dia, merupakan negara yang memiliki kolektor prangko di dunia. Di sana, ada 3 juta kolektor sehingga filateli hidup di sana dan tiap bulan selalu ada pameran di sana.

Pada tahun 1997, Ichwan yang saat itu tinggal di Hamburg, pergi ke kota Stuttgartt karena pameran besar di sana.

Saat itu, ada pedagang prangko yang mengenalinya dan mengatakan dia memiliki surat-surat dari Indonesia, dari Habibie.

Menurutnya, Habibie adalah orang terkenal dan dia pernah mendengar namanya.

Ichwan terkejut karena ada begitu banyak. Dia lalu memilih dan mencari. Sebagai mahasiswa, lanjut dia, waktu itu dia uangnya tak begitu banyak sehingga hanya 10 surat yang dibelinya.

"Tak terhitung, banyak sekali suratnya. Tapi tak semua dalam bentuk aerogram. Saya pilih aerogram karena langka, waktu edarnya singkat dan saya rasa ini koleksi yang cukup mengesankan," katanya.

Baca juga: Ilham Habibie: Bapak Meninggal dalam Kebahagiaan, Wajahnya Tersenyum...

Dia mengumpulkan surat, untuk mencari data sejarah. Contohnya, dia pernah menemukan surat dari seorang pejuang Indonesia yang kepada dunia internasional untuk membatu perjuangan Republik Indonesia kepada sahabatnya. 

Kepada pedagang surat tersebut, dia mengatakan dari mana dia mendapatkan begitu banyak surat Habibie.

"Dia katakan Habibie kan lama tinggal di Jerman. Di Hamburg. Dia dapat dari rumah lelang. Dia dapatnya  dari, kalau di sini botot (loak) lah," katanya.

Dia menduga, sebelum surat-surat itu sampai ke tangannya, loak itu dipanggil si pemilik rumah yang ingin mengosongkan keller atau ruang bawah tanah dari barang-barang yang sudah menumpuk.

"Saya menduga, Pak Habibie atau Bu Ainun ini menyimpannya dengan rapi lalu meletakkannya di keller itu. Lalu telepon loak untuk mengosongkannya, lalu dari dia disortir sesuai barangnya," katanya.

Kemudian, surat-surat itu sampai ke tangan filatelis keliling di pameran-pameran, dan di situlah dia mendapatkannya.

Dia pun terkejut saat membaca surat-surat itu. Surat itu selalu diawali dengan penyebutan nama Habibie, Ainun, Ilham, dan Thareq.

"Awalnya kesulitan karena ada bahasa Belanda, Jawa, dan Indonesia campur Belanda lagi. Isinya cerita kerinduan kepada Rudi, panggilan Habibie. Dia menanyakan keadaan keluarga, kesehatan Rudi. Dia juga menyapa Ainun," katanya.

Menurutnya, surat-surat itu keluruhannya adalah spirit kerinduan seorang ibunda di Bandung, RA Habibie kepada anaknya di Hamburg, Jerman.

Surat itu, kata dia, ditulis 1967-1970. Saat itu, Habibie tidak lagi mahasiswa. Surat menggambarkan betapa sayangnya ibu kepada anaknya, seorang nenek kepada cucunya. Juga digambarkan bagaimana Ilham dan Thareq sakit, lalu si nenek memberikan nasehat. 

"Ini adalah surat yang mengharukan dan terasa menggetarkan dengan tinta biru di aerogram," katanya

Ichwan mengaku waktu itu pernah memfotokopi dan mengirimkannya ke Habibie yang saat itu sudah jadi Wakil Presiden. Dia yakin surat itu diterima ajudannya namun dia tak tahu apakah sampai ke tangan Habibie.

"Saya katakan saya temukan surat ini, dan saya ingin menyerahkan ke pak Habibie secara langsung. Mudah-mudahan surat lain ditemukan. Tapi lama tak dihubungi," katanya.

Baca juga: Putra Habibie: Mimpi Bapak yang Belum Terwujud, Terbangkan N-250 dan R-80

Sepulangnya ke Indonesia, Ichwan masih terus berusaha mengembalikannya ke Habibie. Waktu itu ada wartawan Kompas dan menuliskan dirinya di halaman Sosok.

Namun, ia masih belum juga dihubungi sehingga dia meminta dihubungkan dengan sekretaris Habibie.

Dia mendapatkan nomornya dan menyampaikan niatnya menyerahkan surat itu secara langsung.

Kemudian, datang lagi seseorang yang akan membuat film Habibie Ainun yang ingin mengambil surat itu untuk dijadikan latar film saat adegan ibunda Habibie menulis surat. Dia mengatakan hanya Habibie yang bisa mengizinkannya.

"Sejak itu, saya masih tak dihubungi. Hingga kemarin saya sedih seki ketika mendengar Pak Habibie wafat dan surat-surat ini belum sempat saya serahkan. Surat ini ingin saya serahkan ke Pak Ilham dan Pak Thareq yang saya dengar akan buat Museum Habibie di waktu yang tidak lama," katanya.

 Di akun Facebook-nya, Ichwan mengunggah foto surat-surat tersebut dan menuliskan kisahnya.

Perihal tiga surat lainnya, dia berikan kepada sahabatnya, seorang filatelis Jerman bernama  Dr. Herbert Kaminski karena selalu berupaya dapat memilikinya untuk kemudian diberikan kepada istrinya yang tak lain adalah guru SD Ilham dan Thareg di Hamburg.  

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden