JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi yakin angka kecurangan pemilihan kepala daerah atau pilkada lebih kecil dibandingkan pemilu legislatif.
Apalagi, rencananya Pilkada 2020 akan menerapkan rekapitulasi suara secara elektronik. Sistem ini diklaim lebih mampu menekan angka manipulasi suara.
"Untuk pilkada saya percaya potensi untuk melakukan manipulasi itu kecil sekali, sama dengan pilpres," kata Pramono dalam sebuah diskusi di kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).
Pramono mengakui, ada banyak dugaan manipulasi dalam Pemilu Legislatif 2019. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya daerah yang terlambat dalam mengunggah data pencatatan suara (C1) di Situng Pemilu 2019.
Baca juga: KPU Buka Peluang E-rekapitulasi, Ini Landasan Hukumnya
Diindikasikan, C1 di daerah-daerah tersebut berantakan lantaran ada "permainan" di tingkat bawah.
"Jadi mereka mau upload itu (C1) sudah enggak berani karena sudah diacak-acak," ujar Pramono.
Sementara itu, di pilkada angka manipulasi suara lebih mudah ditekan karena peserta pemilunya lebih sedikit. Sehingga, masyarakat menjadi lebih mudah melakukan pemantauan.
"Pengawasan, pemantauan publik mudah sekali mendeteksi (jika ada kecurangan), jadi kalau untuk Pilkada saya yakin (e-rekap) ini akan sangat efektif," kata Pramono.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka peluang diterapkannya rekapitulasi suara secara elektronik (e-rekap) dalam Pilkada 2020. Wacana ini akan meniadakan rekapitulasi manual secara berjenjang seperti pemilu-pemilu sebelumnya.
Tahapan Pilkada akan dimulai pada September 2020.
Direncanakan, pemungutan suara pilkada akan digelar 23 September 2020 di 270 wilayah di Indonesia.