Dari Kasus "Ikan Asin" Galih Ginanjar, Komnas Perempuan Desak Pengesahan RUU PKS

Jumat, 12 Juli 2019 | 19:46 WIB
KOMPAS.COM/Ardito Ramadhan D Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni memberikan keterangan kepada wartawan di Mapolres Metro Jakarta Barat, Sabtu (28/4/2018).

KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Nasional Perempuan Budi Wahyuni mengatakan, kasus video "ikan asin" yang menjerat artis Galih Ginanjar dan dua orang lainnya, Rey Utami dan Pablo Benua, menunjukkan perlunya pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dengan jerat pasal dalam UU Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dalam video yang sempat diunggah di akun YouTube Rey Utami, Galih menjelaskan kondisi organ kewanitaan mantan istrinya dengan menganalogikannya seperti bau ikan asin.

Budi mengatakan, istilah dan pernyataan yang dilontarkan Galih termasuk dalam pelecehan verbal, dilakukan tanpa kontak fisik secara langsung.

Akan tetapi, dalam aturan hukum Indonesia, belum ada satu pasal pun yang bisa menjerat pelaku pelecehan semacam ini.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mendefinisikan pelecehan seksual sebatas pada tindakan yang dilakukan dengan melibatkan kontak fisik secara langsung.

Baca juga: Istilah “Ikan Asin” dan Pelecehan Verbal terhadap Perempuan...

“Saya menegaskan pentingnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekeran Seksual segera disahkan agar kasus seperti ini bisa tertangani dengan baik karena kalau tidak, larinya ke ITE terus,” kata Budi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/7/2019).

Kasus pelecehan seksual secara verbal atau yang tidak berupa kontak fisik biasanya sulit diperkarakan ke jalur hukum.

Padahal, banyak juga perempuan yang mengalami pelecehan seksual dengan cara ini.

“Justru ini yang sedang diusung Komnas Perempuan karena tidak ada sistem hukum yang mewadahi itu sehingga kasus-kasus ini marak,” kata Budi.

Budi menyebutkan, jika RUU PKS sudah disahkan, semua pelaku pelecehan seksual dapat dijerat hukum, termasuk mereka yang melakukan pelecehan melalui verbal atau kata-kata.

Tidak adanya pasal khusus yang mengatur hal ini menyebabkan jerat pelecehan seksual secara verbal seperti dalam kasus Galih Ginanjar hanya mengandalkan UU ITE.

Terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril berjalan tiba di Kemenkumham, Jakarta, Senin (8/7/2019). Kedatangan Baiq Nuril tersebut dalam rangka membahas kemungkinan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril yang divonis enam bulan penjara. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc. ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Terpidana kasus pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril berjalan tiba di Kemenkumham, Jakarta, Senin (8/7/2019). Kedatangan Baiq Nuril tersebut dalam rangka membahas kemungkinan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril yang divonis enam bulan penjara. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

Budi mencontohkan, kasus yang menimpa Baiq Nuril Maqnun, perempuan asal Lombok korban pelecehan seksual yang justru menjadi tersangka dalam penyebaran konten berbau pornografi.

“Kasusnya Nuril itu jadi banyak dibelokkan karena yang ingin dilaporkan Nuril kan pelecehan seksual yang sudah berlangsung lama, untuk membuktikan, kan direkam. Begitu direkam, ini berpindah, justru dia yang dikenai pelanggaran ITE,” kata Budi.

“Padahal substansinya itu yang mau diungkap,” lanjut dia.

Baca juga: Tangis Fairuz Saat Mengadu ke Komnas Perempuan karena Kasus Ikan Asin

Baiq kerap menerima telepon dari atasannya, dalam sambungan telepon itu sang atasan kerap menceritakan hal-hal yang mengarah pada seksualitas sehingga membuatnya merasa dilecehkan.

Tidak memiliki cukup bukti, Nuril pun merekam telepon itu dan memberitahukannya kepada orang lain dengan tujuan membuktikan ucapannya bahwa ia menerima pelecehan seksual lewat telepon.

Tanpa ia sadari, rekaman itu tersebar luas di lingkungan masyarakat Kota Mataram hingga sang atasan marah dan melaporkannya ke kepolisian.

Saat ini Baiq Nuril justru menerima vonis hukuman dari Mahkamah Agung (MA) 6 bulan penjara dan denda senilai Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Baiq kini tengah menunggu amnesti dari Presiden untuk membebaskan dirinya dari segala jerat hukum.

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden