"Rekonsiliasi Masih Dimungkinkan untuk Berpikir Kritis.."

Selasa, 2 Juli 2019 | 09:15 WIB
KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Ahli hukum tata negara Profesor Juanda (tengah) dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara, Juanda, menilai perlu adanya rekonsiliasi antara kubu pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pasca-Pilpres 2019.

Rekonsiliasi antara dua kubu bertujuan untuk meredam perbedaan pendapat dalam rangka membangun bangsa. Namun, ia menekankan proses rekonsiliasi tidak boleh diartikan sebatas ajang transaksional atau bagi-bagi kekuasaan.

"Membangun bangsa ini bukan berarti orang-orang yang berseberangan, berbeda pandangan itu masuk ke dalam kelompok kebersamaan sehingga menjadi satu kelompok, menjadi menteri misalnya," ujar Juanda dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2019).

Juanda mengatakan, proses rekonsiliasi bukan berarti dilakukan dengan memberikan jabatan ke seluruh partai politik dalam pemerintahan lima tahun ke depan. Artinya, partai yang tadinya menjadi oposisi kemudian beralih menjadi pendukung pemerintah.

Baca juga: Mahfud MD: Rekonsiliasi Tidak Harus Bergabung dengan Pemerintah

Menurut Juanda, rekonsiliasi masih dapat dilakukan tanpa menghilangkan peran oposisi pemerintah di parlemen.

"Semuanya bisa dapat jatah menteri atau katakanlah semua partai itu partai pemerintah semua. saya kira tidak tepat (dikatakan rekonsiliasi)," kata Juanda.

"Rekonsiliasi masih dimungkinkan untuk berpikir kritis, mengawasi secara konstruktif sehingga di situ ada penyeimbang, ada kontrol, ada pengawasan (terhadap pemerintah)," ucapnya.

Juanda pun menekankan bahwa yang terpenting, proses rekonsiliasi tidak hanya terjadi di tingkat para elite politik saja, tapi juga di tengah masyarakat.

Menurut Juanda, para elite di kedua kubu memiliki tanggung jawab untuk meredam polarisasi di tengah masyarakat akibat perbedaan pilihan politik selama pilpres.

"Rekonsiliasi itu seharusnya tidak hanya ditingkat elite. Elite ini sebagai kunci utama dalam kerangka untuk meredam, untuk mengajak, merangkul kita sebagai satu bangsa," kata Juanda.

Editor : Bayu Galih

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden