Antara Kebebasan Bersuara dan People Power

Rabu, 8 Mei 2019 | 20:50 WIB
SHUTTERSTOCK Ilustrasi.


PEMERINTAH melalui Menko Polhukam Wiranto akan membentuk tim hukum nasional untuk mengkaji ucapan, pemikiran, dan tindakan tokoh yang dinilai melanggar hukum pascapemilu. Rencana ini disampaikan Wiranto seusai menggelar rapat koordinasi terbatas tentang permasalahan hukum pascapemilu, Senin (6/5/2019).

Tim yang terdiri atas para pakar hukum dari berbagai universitas ini akan membantu Kemenko Polhukam dalam memastikan penanganan pelanggaran hukum. Menurut Wiranto, tim ini merupakan tim bantuan di bidang hukum yang akan mensupervisi langkah-langkah koordinasi dari Kemenko Pulhukam.

Ia menegaskan pemerintah akan memantau ucapan para tokoh yang memprovokasi massa, termasuk yang disuarakan melalui media sosial. Kasus-kasus penghinaan terhadap presiden juga termasuk dalam pantauan tim. Siapa pun yang melanggar hukum, kata Wiranto, akan ditindak dengan sanksi yang tegas.

Rencana pembentukan tim pengkaji ini langsung mendapat kritikan dari kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.

Juru bicara BPN, Ahmad Riza Patria, menilai pembentukan tim tersebut merupakan tindakan berlebihan dari pemerintah yang bisa membungkam tokoh-tokoh yang kritis terhadap pemerintah. Tindakan ini bahkan  dinilai melebihi zaman Orde Baru.

Kritikan juga datang dari kalangan aktivis. Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, menilai tindakan pemerintah melalui pembentukan tim tersebut merupakan tindakan represif yang menghalangi demokrasi.

Sementara itu, Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf menilai rencana pembentukan tim pengkaji merupakan langkah antisipatif dari pemerintah terhadap seruan yang berpotensi memecah-belah bangsa.

Menurut juru bicara TKN, Abdul Kadir Karding, ucapan provokasi patut dikaji secara hukum agar masyarakat tidak memaknai demokrasi sebagai kebebasan mutlak yang mengesampingkan hukum yang berlaku.

Pro kontra pembentukan tim hukum pengkaji ucapan tokoh dibahas secara mendalam pada talkshow Satu Meja The Forum yang disiakan langsung di Kompas TV, Rabu (8/5/2019), pukul 20.00 WIB. Turut dibahas pula mengenai urgensi pembentukan tim ini oleh pemerintah.

People power

Rencana pembentukan tim hukum pengkaji ucapan tokoh ini agaknya mencerminkan keresahan pemerintah terhadap dorongan gerakan people power yang terus-menerus dihembuskan.

Ajakan people power pertama kali dilontarkan oleh anggota Dewan Pertimbangan BPN Prabowo-Sandi, Amien Rais, saat masa kampanye pilpres lalu. Amien yang juga tokoh PAN itu mengatakan gerakan people power untuk menjawab tindakan kecurangan pemilu yang dilakukan secara masif dan terstruktur.

Narasi yang mengajak massa untuk melakukan tindakan inkonstitusional, berupa gerakan demonstrasi turun ke jalan, untuk menolak hasil pemilu terus-menerus diutarakan oleh sejumlah pihak.

Pihak-pihak tersebut, yang berasal dari barisan pendukung salah satu capres, menilai telah terjadi kecurangan pemilu yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif, sehingga menolak hasil pemilu bahkan sebelum hasil pemilu secara resmi diumumkan oleh KPU. Narasi ini terus-menerus disuarakan bahkan sebelum hari pemungutan suara.

Mekanisme untuk meyelesaikan sengketa hasil pemilu telah diatur dalam konstitusi dan undang-undang. Mereka yang tidak menerima hasil pemilu dapat menempuh jalur hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mekanisme konstitusi ini diatur dalam Pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 yang diturunkan ke dalam Pasal 474 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Oleh karena itu, seluruh warga negara wajib mematuhi ketentuan ini. Jika ada pihak yang tidak menerima hasil pemilu tapi enggan mengajukan sengketa ke MK, maka pihak tersebut bisa dikatakan tidak mematuhi perundang-undangan yang berlaku.

Kalangan akademisi hukum sepakat hasutan people power bisa dijatuhi sanksi hukum sesuai perundang-undangan yang ada, mulaid dari KUHP hingga UU ITE. Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi, Yenti Ganarsih, mengatakan hasutan people power dengan maksud memobilisasi massa untuk menggulingkan pemerintahan yang sah adalah tindakan inkonstitusional.

Pembentukan tim hukum pengkaji ucapan tokoh, menurut guru besar hukum Unpad I Gede Panca Astawa, bisa dilakukan namun harus memiliki urgensi. Salah satunya adalah potensi tindakan mengganggu stabilitas politik maupun keamanan nasional.

Penulis : Johar Arief

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden