ICJR Minta Pemerintah Kaji Ulang Rencana Pembentukan Tim Hukum Nasional

Rabu, 8 Mei 2019 | 14:54 WIB
KOMPAS.com/Kristian Erdianto Peneliti dari Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju dalam sebuah diskusi Dramaturgi Ahok di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/5/2017).

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik rencana pemerintah membentuk tim hukum nasional dan merekomendasikan agar pemerintah mengkaji ulang dan membatalkan rencana tersebut.

ICJR menilai, tim hukum nasional tidak diperlukan dalam penegakan hukum pidana.

"Sikap yang dikeluarkan pemerintah ini menunjukkan ketidakpercayaan pemerintah terhadap sistem peradilan pidana yang selama ini sudah ada," ujar Direktur Eksekutif ICJR Anggara dalam siaran pers kepada Kompas.com, Rabu (8/5/2019).

Menurut ICJR, sebenarnya sudah ada lembaga yang memiliki kewenangan untuk menentukan apakah suatu ucapan atau tindakan seseorang merupakan suatu tindak pidana atau bukan, yakni kejaksaan dan kepolisian.

Baca juga: Politisi PPP: Tim Hukum Nasional Jangan Dianggap Pertanda Kembalinya Mesin Otoriter

Selain itu, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), secara jelas dikatakan bahwa penyelidik bekerjasama dengan penuntut umum dapat segera melakukan tindakan yang diperlukan dalam mencari dan menemukan dugaan tindak pidana.

Pemerintah seharusnya menghormati mekanisme peradilan pidana yang sudah ada dan ditentukan oleh undang-undang.

"Pemerintah tidak seharusnya turut campur dalam penegakan hukum pidana," kata Anggara.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyatakan pemerintah membentuk tim hukum nasional yang khusus mengkaji berbagai aksi meresahkan pasca-pemilu.

Baca juga: Sandiaga Sebut Pembentukan Tim Kajian Ucapan Tokoh Bukan Prioritas

Wiranto mengatakan, pasca-pemilu banyak bermunculan tindakan yang telah melanggar hukum.

Pemerintah membentuk tim hukum nasional untuk mengkaji langkah apa yang akan diambil terkait tindakan yang dinilai melanggar hukum itu.

Wiranto mengatakan tim tersebut terdiri dari para pakar hukum, praktisi hukum, dan para akademisi yang kompeten.

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden