KOMPAS.com - Hari ini 47 tahun lalu, tepatnya 3 Juli 1971, digelar pemilihan legislatif pertama pada era Orde Baru.
Pemilu 1971 diselenggarakan untuk memilih dan menentukan calon legislatif (DPR).
Sebanyak 10 partai mengikuti Pemilu 1971 yaitu Golkar, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Partai Nasional Indonesia (PNI), Persatuan Tarbiah Islamiah (PERTI), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan Partai Katolik.
Pemilu kedua
Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua setelah pemilu pertama pada 1955 yang memilih anggota DPR dan Konstituante.
Pada masa itu, Soeharto sudah ditetapkan oleh MPRS sebagai Presiden untuk menggantikan Soekarno.
MPRS dan DPR-GR bentukan Orde Lama masih aktif, tetapi Soeharto sendiri melakukan pembersihan lembaga peninggalan Orde Lama.
Cara pembagian kursi yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955.
Pada Pemilu 1971, UU No 15 Tahun 1969 menjadi dasar pembagian kursi habis di setiap daerah pemilihan.
Kondisi tersebut berbeda dengan Pemilu 1955 di mana para pejabat negara dan menteri boleh masuk partai.
Pada praktiknya, para pejabat pemerintah tetap berpihak pada salah satu peserta pemilu.
Masa kampanye
Dikutip dari Harian Kompas, 26 April 1971, penyelenggaraan kampanye berlangsung pada 29 April-28 Juni 1971.
Selama 60 hari, partai yang mengikuti pemilu boleh berkampanye untuk menarik simpati masyarakat.
Sebelum melakukan kampanye, ketua partai harus meminta izin kepada pimpinan daerah.
Setelah mendapatkan izin, partai boleh menyosialisasikan program-program partainya seperti rapat umum di lapangan, mengadakan pawai di jalan/di kampung dan mengadakan keramaian untuk umum.
Pelaksanaan dan hasil Pemilu 1971
Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem stelsel daftar.
Artinya, besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan suaranya kepada organisasi peserta pemilu.
Dari 10 partai yang bertarung pada Pemilu 1971, hanya delapan partai yang meraih kursi.
Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) muncul sebagai partai baru.
Meski berasaskan langsung, umum, bebas dan rahasia (Luber), ada sejumlah masalah terkait ini pada Pemilu 1971.
Salah satunya, dibungkamnya suara partai lain untuk meningkatkan suara Golkar.
Struktur kepanitiaan pemilu diduduki para pejabat pemerintahan, terutama dari Departemen Dalam Negeri.
Pada hari pencoblosan, tempat pemungutan suara (TPS) dijaga ketat polisi dan tentara.
Saat itulah mulai dikenal istilah ”serangan fajar”, yaitu pemberian uang kepada warga pada pagi hari sebelum datang ke TPS agar mencoblos partai tertentu.
Pada Pemilu 1971, Golkar sebagai partai baru yang mengikuti pemilu ini mendapatkan suara terbanyak dengan perolehan hampir sekitar 62,82 persen suara dan mendapatkan 236 kursi.
Sementara, di posisi kedua, NU mendapatkan suara 18,68 persen dengan 58 kursi.