Hari Ini 47 Tahun Lalu, Pemilu Legislatif Pertama Era Orde Baru

Selasa, 3 Juli 2018 | 12:44 WIB
KOMPAS/Pat Hendranto Mantan Menteri Agama Prof. KH Sjaifuddin Zuchri berpidato dalam kampanye partai NU Wilajah DKI Jakarta yang terakhir di lapangan Banteng Jumat 25 Juni 1971. Pada hari yang sama PNI kampanye di Istora Senayan. Sedangkan Partai Katolik melakukan pawai sebelum kampanye di Bok Q Kebayoran Baru, Jakarta.

KOMPAS.com - Hari ini 47 tahun lalu, tepatnya 3 Juli 1971, digelar pemilihan legislatif pertama pada era Orde Baru.

Pemilu 1971 diselenggarakan untuk memilih dan menentukan calon legislatif (DPR).

Sebanyak 10 partai mengikuti Pemilu 1971 yaitu Golkar, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Partai Nasional Indonesia (PNI), Persatuan Tarbiah Islamiah (PERTI), Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan Partai Katolik.

Pemilu kedua

Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua setelah pemilu pertama pada 1955 yang memilih anggota DPR dan Konstituante.

Pada masa itu, Soeharto sudah ditetapkan oleh MPRS sebagai Presiden untuk menggantikan Soekarno.

MPRS dan DPR-GR bentukan Orde Lama masih aktif, tetapi Soeharto sendiri melakukan pembersihan lembaga peninggalan Orde Lama.

Cara pembagian kursi yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955.

Pada Pemilu 1971, UU No 15 Tahun 1969 menjadi dasar pembagian kursi habis di setiap daerah pemilihan.

Upacara pengesahan Daftar Calon Tetap di Gedung Bina Graha, Selasa (20/4/1971). Nampak Mendagri Amirmachmud sebagai Ketua Panitya Pemilihan Indonesia sedang menandatangani daftar calon tersebut. Di sampingnya, sedang menunggu giliran menandatangani, dari kiri: Wapangab Jendral Panggabean, Menteri Perhubungan Frans Seda, Menteri Keuangan Ali Wardhana, Menteri Kehakiman Oemar Sono Adji dan Menpen Budiardjo. KOMPAS/Pat Hendranto Upacara pengesahan Daftar Calon Tetap di Gedung Bina Graha, Selasa (20/4/1971). Nampak Mendagri Amirmachmud sebagai Ketua Panitya Pemilihan Indonesia sedang menandatangani daftar calon tersebut. Di sampingnya, sedang menunggu giliran menandatangani, dari kiri: Wapangab Jendral Panggabean, Menteri Perhubungan Frans Seda, Menteri Keuangan Ali Wardhana, Menteri Kehakiman Oemar Sono Adji dan Menpen Budiardjo.
Saat pemilu pada masa ini, para pejabat negara dan perdana menteri harus bersifat netral.

Hal ini dibuktikan dengan tidaknya mengikuti kampanye dan mendukung salah satu parpol.

Kondisi tersebut berbeda dengan Pemilu 1955 di mana para pejabat negara dan menteri boleh masuk partai.

Pada praktiknya, para pejabat pemerintah tetap berpihak pada salah satu peserta pemilu.

Masa kampanye

Dikutip dari Harian Kompas, 26 April 1971, penyelenggaraan kampanye berlangsung pada 29 April-28 Juni 1971.

Selama 60 hari, partai yang mengikuti pemilu boleh berkampanye untuk menarik simpati masyarakat.

Sebelum melakukan kampanye, ketua partai harus meminta izin kepada pimpinan daerah.

Setelah mendapatkan izin, partai boleh menyosialisasikan program-program partainya seperti rapat umum di lapangan, mengadakan pawai di jalan/di kampung dan mengadakan keramaian untuk umum.

Pelaksanaan dan hasil Pemilu 1971

Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem stelsel daftar.

Artinya, besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan suaranya kepada organisasi peserta pemilu.

Dari 10 partai yang bertarung pada Pemilu 1971, hanya delapan partai yang meraih kursi.

Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) muncul sebagai partai baru.

Meski berasaskan langsung, umum, bebas dan rahasia (Luber), ada sejumlah masalah terkait ini pada Pemilu 1971.

Salah satunya, dibungkamnya suara partai lain untuk meningkatkan suara Golkar.

Pertemuan tokoh-tokoh Partai Politik menjelang Pemilihan Umum 1971 di Jakarta.KOMPAS/Pat Hendranto Pertemuan tokoh-tokoh Partai Politik menjelang Pemilihan Umum 1971 di Jakarta.
Sebelumnya, Golkar mengampanyekan bahwa menentang Golkar berarti menentang pemerintah sehingga tidak akan ada pekerjaan atau pelayanan pemerintah bagi para penentang Golkar.

Struktur kepanitiaan pemilu diduduki para pejabat pemerintahan, terutama dari Departemen Dalam Negeri.

Pada hari pencoblosan, tempat pemungutan suara (TPS) dijaga ketat polisi dan tentara.

Saat itulah mulai dikenal istilah ”serangan fajar”, yaitu pemberian uang kepada warga pada pagi hari sebelum datang ke TPS agar mencoblos partai tertentu.

Pada Pemilu 1971, Golkar sebagai partai baru yang mengikuti pemilu ini mendapatkan suara terbanyak dengan perolehan hampir sekitar 62,82 persen suara dan mendapatkan 236 kursi.

Sementara, di posisi kedua, NU mendapatkan suara 18,68 persen dengan 58 kursi.  

KOMPAS.com/AKBAR BHAYU TAMTOMO Fakta Pilkada Serentak 2018 (4)

Kompas TV Parpol koalisi pendukung Joko Widodo dan Prabowo Subianto bersaing memperebutkan dukungan dari sejumlah parpol yang belum memutuskan arah koalisi.



Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden