Jatuh Bangun Bupati Kukar Rita Widyasari saat Sang Ayah Terjerat Kasus Korupsi

Senin, 2 Juli 2018 | 22:36 WIB
ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Terdakwa kasus suap pemberian izin lokasi perkebunan di Kutai Kartanegara Rita Widyasari mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (3/4). Sidang Bupati Kutai Kartanegara nonaktif itu beragendakan mendengarkan keterangan saksi.

JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari menceritakan awal dirinya berkarir dalam dunia politik saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/7/2018).

Menurut Rita, karirnya bermula dari almarhum sang ayah, Syaukani Hasan Rais, yang berhasil memenangkan periode kedua pada Pilkada pertama tahun 2005 silam.

"(Syaukani) Bupati Kukar pertama penyelenggaraannya pilkada di indonesia dan saya punya peran sebagai tim khusus wanita dan sebagai bendahara umum almarhum ayah saya. Di sanalah awal masyarakat Kukar mengenal saya," ujar Rita kepada majelis hakim.

Seiring waktu berjalan, kata Rita, ayahnya menghadapi kasus korupsi yang membuat dirinya sebagai anak ikut terpuruk. Pada momen itu, ia nyaris putus asa melihat keadaan ayahnya.

Baca juga: Baca Pleidoi, Bupati Kukar Rita Widyasari Bantah Lakukan Pungutan dan Terima Gratifikasi

Pada saat menjenguk sang ayah di tahanan kepolisian daerah, Syaukani berpesan kepadanya untuk tetap melanjutkan perjuangannya dalam membangun Kabupaten Kukar menjadi lebih baik.

"Masih terngiang ucapan ayah saya, 'Rita, kamu harus menjadi anggota DPR (Kabupaten Kukar) dan Khairudin (Komisaris PT Media Bangun Bersama) sangat mendukung. Mulai saat itu Khairudin meyakinkan saya untuk maju tahun 2009 di dapil di mana dia maju dapil 3," katanya.

"Meskipun kami sama-sama menjadi caleg, Khairudin lebih sering turun ke dapil saya untuk meyakinkan warga memilih saya," sambung Rita.

Ia juga menjadikan Khairudin sebagai tempat bertanya soal politik. Ia menganggap Khairudin sebagai seniornya. Pada saat Rita menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kukar, wilayahnya mengikuti Pilkada 2010. Pada waktu itu, ia didorong partai Golkar untuk mencalonkan diri sebagai bupati.

Baca juga: Bacakan Pledoi, Bupati Kukar Rita Widyasari Teringat Suami dan Tiga Anaknya

"Saya menyatakan tidak bersedia. Mereka meminta saya maju di pemilihan itu Partai Golkar. Saya termasuk orang baru dan saya lebih banyak di luar Kaltim sehingga saya tidak banyak mengenal orang-orang di Kaltim," kata dia.

Ia pun akhirnya memutuskan maju dan memenangkan kontestasi politik. Rita merasa berhasil menghadapi isu-isu dan kampanye hitam.

Pada saat bertugas pun ia juga merasa kesulitan dalam mengurus dirinya sendiri. Sebab, ia juga fokus mengurusi permohonan grasi ayahnya.

"Dan melunasi kewajiban ayah saya sebesar Rp 15 miliar lebih sebagai pengganti kerugian negara karena beliau dinyatakan telah merugikan keuangan negara, adanya kesulitan dana di tahun 2010 itu lah akhirnya saya terpaksa menjual aset saya seperti emas, tanah di Samarinda," ujar dia

Baca juga: Staf Rita Widyasari Dituntut 13 Tahun Penjara dan Denda Rp 750 Juta

Rita sebelumnya dituntut 15 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rita juga dituntut membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam pertimbangan, jaksa menilai perbuatan Rita tidak mendukung perbuatan pemerintah dalam memberantas korupsi. Rita dinilai berbelit-belit dan tidak mau berterus-terang dalam persidangan.

Menurut jaksa, Rita terbukti menerima gratifikasi Rp 248,9 miliar. Jaksa menyatakan, Rita menerima gratifikasi bersama-sama dengan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin.

Selain itu, Rita dinilai terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun alias Abun.

Menurut jaksa, uang itu diberikan terkait pemberian izin lokasi perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara kepada PT Sawit Golden Prima.

Rita dinilai terbukti melanggar Pasal 12 B dan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat1 KUHP.

Kompas TV Rita Widyasari dituntut hukuman 15 tahun penjara serta denda 750 juta rupiah subsider 6 bulan penjara oleh Jaksa KPK.



Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden