MPR Sepakat Menghidupkan Kembali GBHN

Rabu, 25 Januari 2017 | 23:21 WIB
Kontributor Surakarta, M Wismabrata Ketua MPR Zulkifli Hasan saat berada di Universitas Muhamadiyah Surakarta, Selasa (17/1/2017)

JAKARTA, KOMPAS.com - Seluruh Fraksi di MPR sepakat untuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Hal itu dipastikan setelah fraksi-fraksi dari 10 partai politik dan satu fraksi DPD menyepakati hal itu dalam Rapat Gabungan Fraksi di MPR.

"Kami sepakat melanjutkan pembahasan pentingnya reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN. Dalam pembahasan nanti didiskusikan lebih lanjut dua minggu lagi," kata Ketua MPR Zulkifli Hasanudin, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/1/2017).

Dalam pembahasan dua pekan depan, MPR akan fokus pada pembahasan terkait efek hukum yang ditimbulkan dari diberlakukannya kembali GBHN.

"Ada yang usul dihidupkannya kembali GBHN melalui amandemen Pasal 3 UUD 1945. Di situ nanti diusulkan agar MPR diperbolehkan mengeluarkan TAP (Ketetapan) lagi," papar Zulkifli.

"Ada juga yang mengusulkan agar pemberlakuan GBHN harus ada efek hukum yakni bila rezim pemerintah melanggarnya maka ada sanksi. Ada pula yang usul supaya tak ada sanksi dan biarkan rakyat menghukumnya di pemilu mendatang," lanjut dia.

Menurut Zulkifli, perbedaan pandangan adalah hal yang wajar.

Namun, bagi dia, yang terpenting, semua fraksi di MPR saat ini sepakat untuk menghidupkan MPR agar pembangunan nasional berjalan sesuai jalur.

"Selama ini kan sudah ada RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), tapi kan nyatanta progra Presiden sendiri, Gubernur sendiri, Bupati sendiri. Padahal kan kita punya agenda pembangunan nasional," tutur Zulkifli.

Ia memastikan pemberlakuan GBHN ini tak akan mengubah sistem presidensial yang telah disepakati.

Dengan demikian, pemilihan presiden tetap secara langsung dan Presiden tak perlu dipilih dan bertanggung jawab kepada MPR.

"Jadi semua sepakat agar kita berlakukan kembali GBHN, tapi pemilihan presiden tetap langsung. Soal apakah perlu ada sanksi hukum, sebagian besar usulkan tak perlu ada. Hanya ada satu atau dua fraksi yang ingin ada sanksi hukum, tapi belum ada bentuk pastinya," lanjut Zulkifli.

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden