PP Kepemilikan Properti Asing Bertentangan dengan UU Perkawinan

Kamis, 21 Januari 2016 | 11:28 WIB
lirealtor.com Kepemilikan WNA atas properti di Indonesia masih kontroversial.

JAKARTA, KOMPAS.com - Berlakunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia meski dinilai bagus, namun bertentangan dengan UU Perkawinan.

Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo, poin paling penting adalah meski warga negara (WNA) asing diizinkan memiliki hunian di Indonesia, mereka tidak bisa seenaknya.

Peraturan ini mengikat WNA agar menetap di Indonesia dan mewariskannya kepada keluarga yang memiliki izin tinggal. Itu pun, jika WNA yang memiliki hunian tersebut memang sudah meninggal.

Namun, Eddy melihat ada kekurangan pada PP ini yaitu pada saat WNA menikah dengan warga negara Indonesia (WNI).

"Satu yang masih rancu, pada kawin campur, di PP ini WNI bisa beli sama dengan hak milik. Ini bertentangan dengan UU (Undang-undang) Perkawinan," ujar Eddy kepada Kompas.com, Rabu (20/1/2016).

Pada UU Perkawinan, kata Eddy, WNA dan WNI memiliki hak campur, yaitu harta dimiliki bersama.

Baik WNA maupun WNI yang menikah ini, tidak bisa membeli properti dengan hak milik kecuali dengan perjanjiian pranikah pemisahan harta. Perjanjian ini harus dibuat di hadapan notaris.

Sementara PP 103/2015 mencantumkan, keduanya bisa membeli dengan hak milik dan perjanjian pemisahan harta.

Artinya, setelah WNA dan WNI menikah, mereka bisa membeli properti dengan hak milik tanpa perjanjian pranikah atau pasca menikah.

Menurut Eddy, hal ini memunculkan polemik baru antara pp kepemilikan properti asing dengan UU Perkawinan, sehingga harus dibahas lebih lanjut.

"Harusnya status tetap Hak Pakai kalau tidak ada perjanjian pra nikah bahwa harta masing-masing. Sebaiknya pp ini disesuaikan dengan UU Perkawinan, atau yang diubah UU Perkawinannya. Karena, pp pasti kalah dengan UU," tandas Eddy.

 

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden