PP 103/2015 Tidak Efektif Dongkrak Sektor Properti

Rabu, 20 Januari 2016 | 16:00 WIB
lirealtor.com Kepemilikan WNA atas properti di Indonesia masih kontroversial.
JAKARTA, KOMPAS.com - Beleid baru Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 103/2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (22/12/201) dianggap tidak efektif mendongkrak pemulihan sektor properti.

Menurut Head of Advisory JLL Indonesia, Vivin Harsanto, pp baru ini tidak "menggigit" dan secara esensial serupa dengan regulasi sebelumnya yakni PP Nomor 41/1996. 

"Regulasi baru belum bisa mem-boost  penjualan properti yang mengalami perlambatan sejak kuartal ketiga 2015 lalu. Masih banyak hal-hal yang sebetulnya bisa dioptimalkan," papar Vivin kepada Kompas.com, Rabu (20/1/2016). 

Lagipula, lanjut Vivin, pasar properti Indonesia terutama rumah tapak (landed house) masih didominasi oleh pembeli domestik.

Merekalah yang selama ini menguasai pembelian baik sebagai end user (pengguna akhir), maupun sebagai investor. 

Baca juga:
Akhirnya Orang Saing Diizinkan Miliki Hunian di Indonesia
Legalisasi Kepemilikan Properti Orang Asing, Indonesia Tertinggal Jauh
Beleid Baru Kepemilikan Properti Orang Asing, Dianggap Tidak Menarik
Jakarta, Bali, dan Batam Paling Diuntungkan dari Legalisasi Kepemilikan Asing


Bandingkan dengan pasar asing atau ekspatriat yang jumlahnya kurang dari lima persen dari total penduduk Indonesia sebanyak 250 juta jiwa. 

Selain itu, kata Vivin, PP Nomor 103/2015 juga hanya mengizinkan orang asing yang sudah tinggal dan bekerja di Indonesia untuk membeli rumah. Sementara orang asing yang berdomisili di luar negeri belum diizinkan. 

"Ini tentu saja tidak menarik. Belum lagi masalah status kepemilikan Hak Pakai yang dibatasi hanya 80 tahun, ini sama artinya dengan menyewa," tandas Vivin.

Intinya, tambah dia, legalisasi kepemilikan asing masih bisa dioptimalkan dengan membuat petunjuk-petunjuk pelaksanaan atau turunan dari aturan baru itu secara lebih spesifik.





Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden