Dukungan Demokrat ke Jokowi Bisa Bertepuk Sebelah Tangan, Ini Kode Kerasnya

Rabu, 14 Agustus 2019 | 08:05 WIB
Wahyu Putro A Presiden Joko Widodo (kanan) menerima kunjungan Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Istana Negara, Jakarta, Kamis (2/5/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/WSJ.

JAKARTA, KOMPAS.com — Meski belum menyatakan dukungan secara resmi, Partai Demokrat terlihat sudah menetapkan sikap politiknya untuk lima tahun ke depan.

Posisi mereka cenderung condong mendukung pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Sinyal ini diutarakan Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.

Namun, Partai Demokrat kurang mendapat sambutan yang antusias dari partai pendukung Jokowi-Ma'ruf. Bahkan, dukungan Partai Demokrat dianggap terlambat.

Sebelumnya, Partai Demokrat dalam beberapa kesempatan memang telah melancarkan kode-kode mengenai arah politik mereka.

Baca juga: Menurut Pengamat, Ada Peran Megawati dan SBY dalam Pertemuan Jokowi-AHY

Sinyal penolakan

Komandan Komando Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah melakukan pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta.

Meski begitu, ia tak secara gamblang menyebutkan bahwa partainya akan merapat ke kubu Jokowi.

Namun, ketika itu politisi PDI-P Aria Bima meminta publik tidak memersepsikan silaturahmi sebagai bagian dari upaya bergabung ke dalam koalisi pendukung pemerintah.

Menurut dia, pembahasan mengenai konfigurasi partai politik pendukung pemerintah kemungkinan baru akan dibahas setelah pelantikan presiden dan wakil presiden, 20 Oktober 2019.

Diterimanya Partai Demokrat ke dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf tentu nanti merupakan hasil pembicaraan partai politik dengan Jokowi sebagai presiden terpilih.

Baca juga: Sejumlah Respons terhadap Demokrat yang Kini Dukung Jokowi

Akan tetapi, PDI-P sebagai partai pengusung Jokowi-Ma'ruf terlihat memberikan semacam "kode keras" dalam menolak bergabungnya partai yang didirikan presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono itu.

Berikut dua di antaranya:

1. Tak diundang kongres PDI-P

Presiden Joko Widodo memberikan sambutan di Kongres V PDI-P, Bali, Kamis (8/8/2019).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Presiden Joko Widodo memberikan sambutan di Kongres V PDI-P, Bali, Kamis (8/8/2019).
Dalam Kongres V PDI-P di Bali, beberapa waktu lalu, turut hadir Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno.

Padahal, keduanya berada di posisi yang berseberangan dengan kubu Jokowi pada Pilpres 2019.

Saat itu tak terlihat kehadiran Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman di lokasi.

Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya memang hanya mengundang partai Koalisi Indonesia Kerja. Adapun kehadiran Prabowo dan Eddy dalam acara tersebut merupakan undangan khusus dari partai.

Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mengundang Prabowo secara khusus untuk datang ke kongres saat bertemu di kediamannya, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu (24/7/2019).

Baca juga: Spesialnya Prabowo di Kongres PDI-P...

PDI-P juga mengundang Zulkifi Hasan dalam kapasitasnya sebagai Ketua MPR juga Ketua Umum PAN. Namun, Zulkifli Hasan diwakili oleh Eddy karena tak dapat hadir di acara tersebut.

"Yang kami undang adalah partai Koalisi Indonesia Kerja dan Pak Prabowo diundang secara khusus oleh Ibu Mega pada saat pertemuan di Teuku Umar," kata Hasto.

"Kemudian Pak Zulkifli diundang dalam kapasitas sebagai Ketua MPR, tapi juga melekat sebagai Ketua Umum PAN," ucapnya.

Meski tak diundang, Partai Demokrat tak berkeberatan. Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Renanda Bachtar mengatakan, PDI-P sebagai tuan rumah berhak menentukan siapa saja yang diundang dalam perhelatan penting partainya itu.

"Kami sepenuhnya memandang soal siapa yang diundang dan yang tidak menjadi privilege pihak yang punya acara, dalam hal ini PDI-P," kata Renanda.

Baca juga: Mengapa Tak Ada Elite Demokrat dan PKS di Kongres V PDI-P?

2. Dianggap terlambat

Andreas Hugo Pareira di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/2019)KOMPAS.com/Haryanti Puspa Sari Andreas Hugo Pareira di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/6/2019)
Partai Demokrat dianggap terlambat untuk merapat. Politisi PDI-Perjuangan Andreas Hugo Pareira menilai keinginan Partai Demokrat untuk bergabung sudah “basi” karena diungkapkan setelah hasil Pilpres 2019 diketahui.

"Seharusnya ini sudah dilakukan sebelum pilpres. Sudah sangat terlambat apabila baru sekarang diekspresikan," kata Andreas saat dihubungi, Selasa (13/8/2019).

Andreas menduga, keinginan Partai Demokrat dalam mendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf karena berharap pembagian kekuasaan dalam Kabinet Kerja jilid II.

Ia meyakini Jokowi akan mencermati dukungan yang semakin mengalir seusai kemenangan Pilpres 2019.

"Presiden Jokowi akan lebih jeli melihat kemungkinan-kemungkinan dukungan yang mengalir pasca-kemenangan dan mengelola dukungan tersebut sehingga pemerintahan lima tahun ke depan tetap efektif," ucap Andreas.

Baca juga: Politisi PDI-P Nilai Demokrat Terlambat Ingin Gabung Koalisi Jokowi

Belum bulat

Setelah Kongres V PDI-P, Partai Demokrat justru semakin jelas memperlihatkan dukungannya ke koalisi pemerintah.

Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean mengatakan, arah partainya telah bulat untuk memperkuat pemerintahan Jokowi dan Ma'ruf untuk lima tahun ke depan.

Namun, menurut dia, dukungan itu belum dinyatakan secara resmi.

Keputusan itu, kata Ferdinand, diambil Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah sang istri, Ani Yudhoyono, meninggal dunia.

"Ya itu sikap resmi dan opsi terdepan. Tapi semua kembali ke Pak Jokowi," kata Ferdinand kepada wartawan, Senin (12/8/2019).

"Kapan? Sikap itu sudah resmi diputuskan setelah 40 hari berkabung Demokrat meski tak diumumkan secara resmi karena menunggu disampaikan secara formal pada saat yang tepat," ucapnya.

Baca juga: Politisi Demokrat Sebut Arah Politik Partainya Dukung Jokowi-Maruf

Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mendaftarkan permohonan gugatan sengketa pileg ke Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jumat (24/5/2019). KOMPAS.com/JESSI CARINA Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean mendaftarkan permohonan gugatan sengketa pileg ke Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jumat (24/5/2019).
Ferdinand mengatakan, saat ini partainya masih menjalin komunikasi intens dengan partai-partai dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK) dan Jokowi.

Ia mengatakan, Partai Demokrat siap membantu pemerintah jika presiden terpilih Joko Widodo mengajak bergabung.

"Saya tegaskan kembali bahwa semua ini nanti kita kembalikan kepada Pak Jokowi sebagai pemegang hak konstitusionalnya," ucap Ferdinand.

"Kami percaya dan yakin bahwa Pak Jokowi mampu menyusun dan merumuskan siapa-siapa yang akan beliau ajak dalam pemerintahannya nanti," ujar dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, dukungan Partai Demokrat untuk pemerintahan Jokowi-Ma'ruf belum diputuskan oleh majelis tinggi partai.

Syarief mengakui mayoritas kader partai memang menginginkan bergabung dengan koalisi pemerintah. Namun, ada juga yang menolak usul mendukung pemerintah.

"Ya belum diputuskan sama majelis tinggi. Memang pembicaraan kan di antara kader, kan ada yang mau masuk ada yang tidak," kata Syarief.

Baca juga: Jika Demokrat Bergabung Pemerintah, Jokowi Dinilai Tak Akan Untung

Adapun Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menyatakan, pihaknya terbuka untuk bergabung bersama koalisi Jokowi-Ma’ruf selama ada tawaran yang masuk.

Namun, Amir menyatakan bahwa partainya tidak ingin terlihat bergabung hanya untuk mengejar kekuasaan.

"Saya kira semua opsi terbuka tanpa perlu kita memperlihatkan, mempertontonkan kerakusan pada kekuasaan," kata Amir.

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden