"Power Sharing", Bisakah Jadi Jalan Rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo?

Senin, 20 Mei 2019 | 10:54 WIB
KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Calon Presiden Nomor Urut 1, Joko Widodo dan no urut 2, Prabowo Subianto bersalaman usai Debat Kedua Calon Presiden, Pemilihan Umum 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019).

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana "power sharing" atau berbagi kekuasaan di antara kontestan Pemilihan Presiden 2019 muncul.

Pihak yang menang dinilai patut memberikan posisi strategis di pemerintahan kepada pihak yang kalah.

Hal yang dianggap sebagai tradisi perpolitikan Tanah Air itu perlu dilakukan agar terwujud rekonsiliasi untuk mengakhiri panasnya "peperangan politik".

Analis politik dan Direktur IndoStrategi Arif Nurul Imam mengatakan, power sharing bisa menjadi salah satu opsi di tengah polarisasi politik yang tajam di antara Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saat ini.

Baca juga: Mahfud MD: Semua Pihak Harus Punya Kesadaran Rekonsiliasi

"Power sharing memang menjadi salah satu jalan agar polarisasi itu tidak semakin meruncing ke depannya. Meski agak rumit, tapi kemungkinan itu pasti masih ada. Sebab, semua politisi pasti berhasrat mendapatkan kekuasaan," ujar Arif kepada Kompas.com, Senin (20/5/2019).

Mengacu pada penghitungan suara sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diyakini tidak akan banyak berubah hingga penetapan pada tanggal 22 Mei 2019, pasangan Jokowi-Ma'ruf akan memenangkan Pemilihan Presiden 2019.

Jika memang "power sharing" ini dijajaki kubu Jokowi, menurut Arief, akan ada yang mengganjal dari kubu Prabowo dalam proses negosiasi.

Menurut dia, bisa jadi ada sekelompok orang di belakang Prabowo yang akan mendorong agar Prabowo tidak menerima negosiasi tersebut.

"Kerumitan pertama, karena ada beban psikologis yang datang dari 'setan gundul', kalau boleh meminjam diksi Andi Arief ya. Mereka akan mendorong Prabowo supaya tidak mau menerimanya," ujar Arif.

Baca juga: Demi Rekonsiliasi, Ketua DPR Sarankan Presiden Terpilih Ajak Partai Non-koalisi Masuk Kabinet

"Kedua, yakni Prabowo sendiri yang bersikeras tidak mau masuk. Salah satu sebab yakni karena Beliau tidak ingin dituding pendukungnya tidak konsisten. Masa' sudah sedemikian rupa berpolitik selama ini, ujung-ujungnya negosiasi pada jabatan?" lanjut dia.

Meski demikian, Arif menegaskan, spektrum politik sangat luas. Celah untuk dua kubu rekonsiliasi sangat luas. Jika tidak dengan sharing politik, pasti tetap ada jalan untuk menuju ke sana.

Oleh sebab itu, salah satu pihak yang semestinya mengambil peran ini adalah masyarakat sipil.

"Celah rekonsiliasi tetap terbuka meski semakin menyempit. Ini yang seharusnya dimainkan dan didorong masyarakat sipil. Kelompok ini bisa memainkan peran rekonsiliasi di tengah ketegangan politik," ujar Arif.

"Selain itu, para elite politik juga harus sadar, sifat kerasnya untuk tidak mau melakukan rekonsiliasi justru akan jadi bumerang bagi dia di kemudian hari. Nanti mereka akan dihukum pemilih. Perang atau konflik tanpa ujung itu hanya akan membuat masyarakat antipati terhadap mereka," lanjut dia.

Wacana "power sharing"

Diketahui, wacana power sharing dikemukakan tokoh Suluh Kebangsaan Romo Benny Susetyo seusai acara silaturahim dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2019).

Menurut dia, panasnya situasi politik di Tanah Air pasca-Pemilu 2019 diyakini akan mereda setelah pihak yang menang rela melakukan power sharing.

"Indonesia itu tidak pernah terjadi yang namanya politik terlalu panas, karena ada power sharing. Itu yang menyelamatkan bangsa ini. Jadi nanti elite-elite politik itu punya kesadaran untuk power sharing, selesai semuanya," ujar Benny.

Baca juga: Syafii Maarif Ajak Manfaatkan Momentum Puasa untuk Rekonsiliasi Nasional

"Power sharing itu menjadi salah satu tradisi kita. Kalau kita belajar secara ilmiah, mengapa Indonesia tidak bisa sampai terjadi chaos gitu, karena ada power sharing. Itulah yang akhirnya menyelesaikan banyak masalah," lanjut dia.

Bentuk power sharing tersebut, lanjut Benny, berupa pemberian posisi, baik di legislatif maupun di eksekutif.

Benny yakin, pihak yang menang nanti akan melanjutkan tradisi itu. Sebab, pihak pemenang memang tidak akan mengambil seluruhnya dan yang kalah tidak akan mungkin tersingkirkan seluruhnya pula.

Masing-masing pihak akan legawa dan melanjutkan kerja pembangunan.

Pihak pemenang diyakini akanberbesar hati untuk merangkul yang kalah. Demikian pula sebaliknya, pihak yang kalah diyakini akan legawa dengan mengakui kekalahan dan turut berkontribusi bagi pembangunan.

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden