M Taufik Diusulkan Jadi Calon Wagub DKI, Bagaimana Tanggapan Warga?

Senin, 24 September 2018 | 21:05 WIB
KOMPAS.com/ RINDI NURIS VELAROSDELA Politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik datang ke kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta, Kamis (20/9/2018). Ia datang untuk memenuhi panggilan Bawaslu terkait laporan yang dilayangkannya kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI.

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagian warga merespons negatif rencana pencalonan Mohammad Taufik sebagai wakil gubernur DKI Jakarta pengganti Sandiaga Uno.

Djami (30), pegawai negeri di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, berpendapat bahwa pencalonan Mohammad Taufik bisa membunuh kepercayaan rakyat kepada aparat pemerintah.

Sebab, Taufik merupakan mantan narapidana kasus korupsi. Ia mengatakan, setiap warga negara memiliki hak untuk memimpin suatu daerah.

Kendati demikian, partai politik yang mengusung seorang pemimpin daerah seharusnya mempertimbangkan riwayat hukum calonnya.

"Saya tahu siapa dia (Mohammad Taufik), tetapi saya kecewa sih kenapa dia ngotot banget jadi wagub. Harusnya parpol yang mengusungnya juga perhatikan dong bagaimana pendapat rakyat," ujar Djami saat ditemui di kawasan Gambir, Jakarta Pusat, Senin (24/9/2018).

Baca juga: Kursi Wagub DKI Jakarta dan Logika Moral yang Hilang

Djami menyampaikan, kriteria pemimpin yang baik adalah seseorang yang bisa memberikan teladan yang baik untuk rakyatnya.

"Dia saja pernah korupsi, apakah bisa menjamin dia enggak korupsi di masa depan. Ini Jakarta loh, ibu kota negara. Harusnya yang memimpin, seseorang dengan track record yang baik," ujar dia.

Pendapat yang sama juga disampaikan Laura (27), karyawan swasta di kawasan Sudirman. Ia ragu Jakarta akan lebih baik jika dipimpin mantan narapidana kasus korupsi.

Laura paham bahwa setiap mantan napi korupsi memiliki hak untuk hidup normal kembali dalam lingkungan.

Kendati demikian, menurut dia, memilihnya mantan napi korupsi menjadi kepala daerah merupakan pilihan yang keliru.

"Boleh saja memberi kesempatan kedua kepada mereka (mantan napi korupsi) asal jangan memimpin daerah lah. Siapa yang bisa menjamin dia enggak mengulanginya lagi?" ujar Laura.

Mitha (24), karyawan swasta lainnya, juga mengaku kecewa akan keputusan Partai Gerindra DKI yang mengusulkan Taufik sebagai calon wakil gubernur Jakarta.

Ia menilai, ini bisa menciptakan citra buruk pemerintahan. Menurut Mitha, pemimpin yang baik adalah seseorang yang mampu memberikan manfaat bagi rakyat yang dipimpinnya.

"Korupsi itu kan merugikan rakyat, kalau dia jadi wagub, kita mencontoh hal baik apa dari dia?" ujar Mitha.

"Saya enggak tahu siapa yang bisa memutuskan dia bisa jadi wagub atau tidak, tetapi tolonglah dengar pendapat rakyat. Kita enggak mau punya wagub mantan napi korupsi," ucap dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Syarif mengatakan, DPD Gerindra DKI sudah memutuskan untuk mengusulkan Taufik sebagai cawagub DKI.

Alasannya, Taufik memiliki banyak pengalaman memimpin organisasi selama lebih dari 18 tahun dan kini menjabat wakil ketua DPRD DKI Jakarta.

Dalam rapat pimpinan pada Jumat (21/9/2018), kata Syarif, seluruh pengurus DPD, Dewan Pimpinan Cabang (DPC), dan Pimpinan Anak Cabang (PAC) se-DKI Jakarta sepakat mengusulkan Taufik.

"Keputusan rapim cuma tunggal, yaitu menetapkan M Taufik sebagai calon wakil gubernur DKI," kata Syarif.

Usulan DPD Gerindra DKI ini masih akan dibahas di tingkat pimpinan pusat partai.

Baca juga: DPD Putuskan Taufik, Waketum Pastikan Prabowo yang Putuskan Cawagub DKI dari Gerindra

Adapun kursi wagub DKI Jakarta masih kosong setelah Sandiaga mundur untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo.

Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai politik pengusung Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada Pilkada DKI 2017 berhak mengusulkan nama cawagub pengganti.

PKS telah memiliki dua nama cawagub yang akan diusulkan, yakni mantan Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu dan Sekretaris Umum DPW PKS DKI Jakarta Agung Yulianto.

PKS tengah berupaya melobi Gerindra agar menyerahkan kursi wagub DKI kepada PKS.

Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden