PKPU Pencalonan Legislatif Diundangkan, KPU Diminta Waspadai Serangan Politik

Kamis, 5 Juli 2018 | 16:35 WIB
KOMPAS Kemiskinan dan kepemimpinanm

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember Bayu Dwi Anggono menuturkan Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Anggota Legislatif yang telah diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) masih rawan akan serangan politik hingga saat ini.

Terutama menyangkut larangan pencalonan mantan narapidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi sebagai caleg yang diakomodasi lewat pakta integritas yang ditandatangani pimpinan parpol.

"Yang paling menurut saya berbahaya adalah serangan politik. Yaitu, bertemunya kepentingan sebagian partai yang tidak dapat menerima PKPU ini dan yang punya agenda ingin meloloskan kader-kadernya yang mantan terpidana tiga jenis kejahatan tadi," kata Bayug dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta, Kamis (5/7/2018) sore.

Baca juga: PKPU Larangan Koruptor Jadi Caleg, dari Sikap Jokowi hingga Ancaman Angket DPR

KPU juga harus mewaspadai tekanan dari anggota-anggota legislatif yang memanfaatkan hak dan kewenangannya di DPR, seperti hak angket dan rapat konsultasi, untuk menekan kebijakan ini. Ia menilai dua upaya tersebut merupakan tindakan salah kaprah.

"Penyusunan PKPU ini telah melalui rapat konsultasi dulu. Putusan MK juga telah menyatakan hasil rapat konsultasi tidak lagi mengikat. Apa wewenangnya DPR sehingga memaksakan KPU mengubah PKPU-nya?" kata Bayu

Selain itu, ia juga menilai wacana hak angket terhadap KPU atas PKPU ini juga tak relevan.

Sebab, hak angket merupakan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Cerita Yasonna yang Akhirnya Teken PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg

Oleh karena itu, ia menegaskan KPU harus konsisten mempertahankan PKPU yang telah diundangkan ini.

Menurut Bayu, PKPU yang diundangkan ini sudah sah secara formil. Sebab, PKPU ini juga telah memenuhi tahapan perundangan melalui harmonisasi dan penyelerasan terhadap putusan MK dan UU Pemilu.

Dengan demikian, PKPU ini mengikat seluruh partai politik dan peserta Pemilu 2019. Selain itu, peraturan ini juga berdampak positif dalam mewujudkan pemilu berintegritas.

"Saya katakan, PKPU ini enggak ada persoalan secara formil, PKPU ini paripurna sah karena semua tahapan terpenuhi. PKPU ini sah sebagai aturan perundangan yang resmi memiliki daya laku, daya ikat kepada parpol, peserta pemilu dan seluruh komponen masyarakat," kata dia.

"Praktis sekali lagi kita tahu betul watak DPR kita dalam hal-hal seperti ini kadang demi kepentingan tertentu bisa ditabrak," kata dia.

Baca juga: Sempat Tolak PKPU, PDI-P Kini Dukung Larangan Caleg Mantan Koruptor

Sebelumnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Selasa (3/7/2018) malam, akhirnya mengundangkan Peraturan KPU tentang Pencalonan Anggota Legislatif.

Pelarangan pencalonan eks napi bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi diakomodasi dalam pakta integritas yang harus ditandatangani pimpinan parpol.

”Kami sudah mengundangkan dan mengunggah PKPU itu. Ini semua demi demokrasi dan penyelenggaraan pemilu supaya tidak terganggu,” kata Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan pada Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana, seperti dikutip harian Kompas

Widodo juga mengingatkan, semua tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan harus mengikuti ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dia berharap hal ini juga bisa menjadi pelajaran penting bagi kementerian dan lembaga agar dalam mengundangkan setiap peraturan perundang-undangan sesuai prosedur dan tidak menabrak ketentuan yang lebih tinggi.

Pengundangan PKPU ini hanya berselang sehari sebelum dimulainya pengajuan daftar calon anggota legislatif pada 4-17 Juli 2018.

Kompas TV Solusi apa yang bisa diambil agar larangan mantan koruptor menjadi caleg bisa tetap berlaku?



Agenda Pemilu 2019

  • 20 September 2018

    Penetapan dan pengumuman pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21 September 2018

    Penetapan nomor urut pasangan calon presiden-wakil presiden

  • 21-23 September 2018

    Pengumuman Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPD, DPR, dan DPRD provinsi

  • 24 September-5 Oktober 2018

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 8-12 Oktober 2018

    Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara

  • 23 September 2018-13 April 2019

    Kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, dan pemasangan alat peraga

  • 24 Maret 2019-13 April 2019

    Kampanye rapat umum dan iklan media massa cetak dan elektronik

  • 28 Agustus 2018-17 April 2019

    Pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT)

  • 14-16 April 2019

    Masa Tenang

  • 17 April

    Pemungutan suara

  • 19 April-2 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil tingkat kecamatan

  • 22 April-7 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat kabupaten/kota

  • 23 April-9 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat provinsi

  • 25 April-22 Mei 2019

    Rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara tingkat nasional

  • 23-25 Mei 2019

    Pengajuan permohonan sengketa di Mahkamah Konstitusi

  • 26 Mei-8 Juni 2019

    Penyelesaian sengketa dan putusan

  • 9-15 Juni 2019

    Pelaksanaan putusan MK oleh KPU

  • Juli-September 2019

    Peresmian keanggotan DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR dan DPD

  • Agustus-Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD Kabupaten/kota dan DPRD Provinsi

  • 1 Oktober 2019

    Pengucapan sumpah/janji anggota DPR

  • 20 Oktober 2019

    Sumpah janji pelantikan presiden dan wakil presiden