JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam didakwa merugikan negara sebesar Rp 4,3 triliun. Nur Alam juga didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dalam jabatannya sebagai Gubernur.
"Terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," ujar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Afni Carolina di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/11/2017).
Menurut jaksa, Nur Alam melakukan perbuatan melawan hukum dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Kemudian, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Menurut jaksa, perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya Nur Alam sebesar Rp 2,7 miliar. Kemudian, memperkaya korporasi, yakni PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 miliar.
Sesuai arahan Nur Alam, Rifani menyerahkan dokumen terkait PT AHB kepada Widdi Aswindi, yang merupakan konsultan pemenangan Nur Alam saat mencalonkan diri sebagai gubernur.
Setelah itu, Rifani menyerahkan dokumen perusahaan PT AHB kepada Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas ESDM Provinsi Sultra tahun 2008-2013, Burhanuddin. Berdasarkan dokumen tersebut, Burhanuddin kemudian membuat surat permohonan IUP eksplorasi atas nama PT AHB.
Baca juga : Idrus: Setya Novanto Ikhlas Lepas Jabatan Ketua Umum Golkar
Rifani kemudian membawa surat permohonan itu untuk ditandatangani oleh Direktur Utama PT AHB M Yasin Setiawan Putra.
Menurut jaksa, draf surat permohonan itu mencantumkan tanggal mundur (backdated), yakni tanggal 28 November 2008.
Menurut jaksa, Nur Alam bersama Burhanuddin dan Widdi Aswindi telah memberikan persetujuan pencadangan wilayah, IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi kepada PT AHB dengan melanggar prosedur. Nur Alam membuat kegiatan pertambangan PT AHB di Pulau Kabaena seakan-akan telah sesuai dengan ketentuan.
Padahal, semua proses persetujuan yang dilakukan Nur Alam bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Kerugian negara
Menurut jaksa, perbuatan Nur Alam telah mengakibatkan kerugian negara yang berasal dari musnahnya atau berkurangnya ekologis/lingkungan pada lokasi tambang di Pulau Kabena yang dikelola PT AHB.
Sesuai perhitungan, kerugian terkait kerusakan tanah dan lingkungan akibat pertambangan PT AHB di Kabupaten Buton dan Bombana, sebesar Rp 2,7 triliun. Jumlah tersebut dihitung oleh ahli kerusakan tanah dan lingkungan hidup, Basuki Wasis.
Selain itu, berdasarkan hasil audit penghitungan kerugian negara, ditemukan kerugian sebesar Rp 1,5 triliun.
Baca juga : Kontributor Metro TV Mengundurkan Diri, Setya Novanto Kapan?
Sementara, keuntungan yang diperoleh Nur Alam didapat dari pemberian Rp 1 miliar untuk membayar pelunasan satu unit mobil BMW Z4 tipe 2.3 warna hitam. Kemudian, pembelian sebidang tanah berikut bangunan di Komplek Perumahan Premier Estate Blok I/9 seharga Rp 1,7 miliar.
Baik mobil dan rumah tersebut dibeli Nur Alam menggunakan nama Ridho Insana, yang merupakan pegawai negeri sipil di bawah Sekretaris Daerah Sulawesi Tenggara.
Nur Alam didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.